Rabu, 31 Maret 2010

Tag membuka diri yang tertunda

Hampir 2 minggu media ners tidak di update, di sebabkan oleh banyaknya tugas yang harus diselesaikan oleh author blog di dunia nyata, pada kesempatan ini saya minta maaf pada Mbak Reni (The others), karena baru bisa memposting tag dari anda.Tag ini beliau sebut, tag membuka diri, yang intinya untuk memperkenalkan diri kepada sobat blogger tentang author blog. Nah seperti di bawah ini

Hipertensi

HIPERTENSI

Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)


Etiologi

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
  1. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na.
  2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat.
  3. Stress Lingkungan.
  4. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah.


Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
  1. Hipertensi Esensial (Primer)Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
  2. Hipertensi SekunderDapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

Patofisiologi

Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke seljugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi


  1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
  2. Sakit kepala
  3. Epistaksis
  4. Pusing / migrain
  5. Rasa berat ditengkuk
  6. Sukar tidur
  7. Mata berkunang kunang
  8. Lemah dan lelah
  9. Muka pucat
  10. Suhu tubuh rendah



Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
1. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
2. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
3. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
4. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
5. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
6. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
  1. DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
  2. Aktivitas
  3. Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.

b. Penatalaksanaan Farmakologis

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
  1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
  2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
  3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
  4. Tidak menimbulakn intoleransi.
  5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
  6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
  7. Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.

Insomnia

INSOMNIA


Pengertian

Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. Kebutuhan tidur bervariasi pada masing-masing orang, umumnya 6-8 jam per hari. Agar tetap sehat, yang perlu diperhatikan adalah kualitas tidur (www.depkes.go.id).

Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur yang bisa bersifat sementara atau persisten (Kaplan & Sadock, 1997).

Penyebab

1. karena kondisi medis

tiap kondisi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan,sindroma apnea tidur, restless leggs syndrome,faktor diet, parasomnia, efek zat langsung (drugs/alcohol), efek putus zat, penyakit endokrin/metabolik, penyakit infeksi, neoplastic, nyeri/ketidaknyamanan,lesi batang otak/hipotalamus, akibat penuaan.

2. sekunder karena kondisi psikiatri

kecemasan, ketegangan otot-otot, perubahan lingkungan, gangguan tidur irama sirkadian, depresi primer, stress pascatraumatik, skizofrenia (Kaplan & Sadock, 1997).
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV), menunjukkan beberapa gejala dimana seseorang dapat didiagnosis sedang menderita insomnia karena faktor psikologis, yaitu:
  • Kesulitan untuk memulai, mempertahankan tidur, dan tidak dapat memperbaiki tidur selama sekurangnya satu bulan merupakan keluahan yang paling banyak terjadi.
  • Insomnia ini menyebabkan penderita menjadi stres sehingga dapat mengganggu fungsi sosial,pekerjaan atau area fungsi penting yang lain.
  • Insomnia karena faktor psikologis ini bukan termasuk narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritme sirkadian atau parasomnia.
  • Insomnia karena faktor psikologis tidak terjadi karena gangguan mental lain seperti gangguan depresi, delirium.
  • Insomnia karena faktor psikologis tidak terjadi karena efek fisiologis yang langsung dari suatu zat seperti penyalahgunaan obat atau kondisi medis yang umum.
  • Dengan adanya gejela-gejala yang disebutkan oleh Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV), maka insomnia karena faktor psikologis dapat mengganggu berbagai fungsi sosial. (www.e-psikologi.com).

Siklus Insomnia Kronis

Jika seseorang mengalami insomnia sementara karena faktor psikologis (mengalami kesulitan tidur dengan nyenyak selama kurang lebih satu malam dan kurang dari empat minggu) tetapi tidak dapat beradaptasi dengan penyebab insomnia (tidak mampu mengelola stres tersebut secara sehat) maka akan mengakibatkan seseorang mengalami insomnia jangka pendek (kesulitan tidur nyenyak selama empat minggu hingga enam bulan). Jika insomnia jangka pendek ini tetap tidak dapat diatasi oleh si penderita maka akan mengakibatkan insomnia kronis. Jika terjadi insomnia kronis maka akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk penyembuhannya (www.e-psikologi.com).
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan terjaga. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.
1. Sistem Adrenergik : Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.

2. Sistem Kholinergik : Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

3. Sistem serotonergik : Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

4. Sistem histaminergik : Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.

5. Sistem hormon : Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun (perawat-jiwatiga.blogspot.com).

    Dampak Insomnia

    Insomnia dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan, yaitu:
    • Depresi
    • Kesulitan untuk berkonsentrasi
    • Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu
    • Prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan
    • Mengalami kelelahan di siang hari
    • Hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi buruk
    • Meningkatkan risiko kematian
    • Menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan
    • Memunculkan berbagai penyakit fisik

    Dampak insomnia tidak dapat di anggap remeh, karena bisa menimbulkan kondisi yang lebih serius dan membahayakan kesehatan dan keselamatan. Oleh karenanya, setiap penderita insomnia perlu mencari jalan keluar yang tepat (www.e-psikologi.com).

    Therapy

    1. CBT (Cognitive Behavioral Therapy) : CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si penderita merasa berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.

    2. Sleep Restriction Therapy : Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si penderita insomnia.

    3. Stimulus Control Therapy : Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada siang hari meski hanya sesaat.

    4. Relaxation Therapy :Relaxation Therapy berguna untuk membuat si penderita rileks pada saat dihadapkan pada kondisi yang penuh ketegangan.

    5. Cognitive Therapy : Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan kepercayaan si penderita yang salah mengenai tidur.

    6. Imagery Training : Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si penderita yang tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.

    Banyak di antara para penderita insomnia karena factor psikologis yang menggunakan obat tidur untuk mengatasi insomnianya. Namun penggunaan yang terus menerus tentu menimbulkan efek samping yang negative, baik secara fisiologis (efek terhadap organ dan fungsi organ tubuh) serta efek psikologis. Logikanya, insomnia yang disebabkan factor psikologis, berarti factor psikologis itu lah yang harus di atasi, bukan symtomnya. Kalau kita hanya focus mengatasi simtom-nya dengan minum berbagai obat tidur, maka ketika mata terbuka, masalah akan datang kembali, bahkan akan dirasa lebih berat karena dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi pada akar masalah.
    Perlu diketahui, bahwa keberhasilan terapi tergantung dari motivasi si penderita untuk sembuh sehingga si penderita harus sabar, tekun dan bersungguh-sungguh dalam menjalani sesi terapi. Selain itu, sebaiknya terapi yang dilakukan juga diiringi dengan pemberian terapi keluarga. Hal ini disebabkan, dalam terapi keluarga, anggota keluarga si penderita dilibatkan untuk membantu kesembuhan si penderita. Dalam terapi keluarga, anggota keluarga si penderita juga diberi tahu tentang seluk beluk kondisi si penderita dan diharapkan anggota keluarganya dapat berempati untuk membantu kesembuhan si penderita.

    Selasa, 30 Maret 2010

    Diare

    Diare
    Pengertian

    Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer, A.1999, 501).

    Penyebab

    Menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
    1. Faktor infeksi
    • Infeksi enteral : Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
    • Infeksi parenteral : Adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
    2. Faktor malabsorbsi : Malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein.

    3. Faktor makanan :Makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.

    4. Faktor psikologis :Rasa takut, cemas

    Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:

    Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
    1. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
    2. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
    Diare osmotik (osmotik diarrhoea), disebabkan oleh:
    1. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
    2. Kurang kalori protein.
    3. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
    Patofisiologi

    Penyebab diare yang utama adalah gangguan osmotik, akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Diare juga terjadi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan kemudian diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Diare dapat juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Gangguan motalitas usus juga mengakibatkan diare, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.


    Tanda dan Gejala
    1. Anak sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
    2. Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
    3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
    4. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
    5. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
    6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun.
    7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
    Pemeriksaan Penunjang
    1. Pemeriksaan tinja
    2. Makroskopis dan mikroskopis
    3. PH dan kadar gula dalam tinja
    4. Bila perlu diadakan uji bakteri
    5. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
    6. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
    7. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

    Penatalaksanaan

    Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
    1. Cairan per oral : Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
    2. Cairan parentral : Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
    a. Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
    • 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
    • 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
    • 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit.
    b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
    • 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
    c. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
    • 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
    • 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
    • 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
    d. Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
    • Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
    • Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
    e. Untuk bayi berat badan lahir rendah
    • Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
    3. Pengobatan dietetik

    Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
    • Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
    • Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
    • Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
    4. Obat-obatan : Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.

    Asuhan Keperawatan Anak dengan Diare

    ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIARE

    1. Pengkajian

    a. Biodata Pasien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Tempat Tinggal

    b. Biodata Penanggung Jawab Pasien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Tempat Tinggal

    Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
    c. Riwayat Kesehatan

    1. Riwayat Kesehatan Sekarang

    BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

    2. Riwayat Kesehatan Dahulu

    Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

    3. Riwayat Kesehatan Keluarga : Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

    d. Kebiasaan Sehari hari : Makan dan Minum, Eliminasi, Personal Hygiene

    e. Pemeriksaan Head To Toe

    2. Diagnosa Keperawatan
    1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
    2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
    3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
    4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
    3. Intervensi

    1. Diagnosa 1 :
    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
    Kriteria hasil :
    1. Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <> 
    2. Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung. 
    3. Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
    Intervensi :
    1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit : R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
    2. Pantau intake dan output : R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
    3. Timbang berat badan setiap hari : R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
    4. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr : R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

    2. Diagnosa 2 :
    Tujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
    Kriteria hasil :Nafsu makan meningkat, BB meningkat atau normal sesuai umur
    Intervensi
    1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin) :R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan saluran usus.
    2. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat. : R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
    3. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan : R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan 
     3. Diagnosa 3 :
    Tujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
    Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C), Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
    Intervensi :
    1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam :R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
    2. Berikan kompres hangat : R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
    3. Kolaborasi pemberian antipirektik : R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

    4.Diagnosa 4 :
    Tujuan :Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.
    Kriteria hasil :Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga, Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
    Intervensi :
    1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur : R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
    2. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya) : R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
    3. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam : R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .

                                Asuhan Keperawatan Pasien dengan Appendiksitis

                                ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APPENDIKSITIS

                                1. Pengkajian 

                                a. Biodata Pasien :
                                • Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
                                b. Biodata Penaggung Jawab : 
                                • Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat.
                                c. Riwayat Kesahatan Pasien : 
                                • Riwayat Kesehatan Dahulu
                                • Riwayat Kesehatan Sekarang : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
                                • Riwayat Kesehatan Keluarga
                                d. Kebiasaan Sehari-hari : 
                                • Makan dan Minum
                                • Eliminasi : BAK dan BAB
                                • Personal Hygiene
                                e. Pemeriksaan Fisik / Head To Toe 
                                • Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
                                • Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
                                • Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
                                • Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
                                • Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
                                • Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
                                  2. Diagnosa
                                  1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi appenditomi.
                                  2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
                                  3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi.
                                  4. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral.
                                    3. Intervensi 

                                    1. Diagnosa 1 :

                                    Tujuan : 
                                    • Nyeri berkurang / hilang dengan
                                    Kriteria Hasil : 
                                    • Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
                                    Intervensi : 
                                    • Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat. R/ Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
                                    • Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler. R/ Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
                                    • Dorong ambulasi dini. R / Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
                                    • Berikan aktivitas hiburan. R/ Meningkatkan relaksasi.
                                    • Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika. R/ Menghilangkan nyeri.
                                    2. Diagnosa 2 : 

                                    Tujuan :
                                    • Toleransi aktivitas
                                    Kriteria Hasil :
                                    • Klien dapat bergerak tanpa pembatasan, Tidak berhati-hati dalam bergerak.
                                                    Intervensi : 
                                                    • Catat respon emosi terhadap mobilitas. R/ Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
                                                    • Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien. R/ Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.
                                                    • Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif. R/ Memperbaiki mekanika tubuh.
                                                    • Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan. R/ Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.
                                                    3. Diagnosa Keperawatan 3 : 

                                                    Tujuan : 
                                                    • Infeksi tidak terjadi
                                                    Kriteria Hasil :  
                                                    • Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
                                                    Intervensi : 
                                                    • Ukur tanda-tanda vital. R/ Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
                                                    • Observasi tanda-tanda infeksi. R/ Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
                                                    • Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptic. R/ Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
                                                    • Observasi luka insisi. R/ Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.
                                                    4. Diagnosa Keperawatan 4 : 

                                                    Tujuan : 
                                                    • Kekurangan volume cairan tidak terjadi
                                                    Kriteria Hasil :
                                                    •  Agar kebutuhan cairan teratasi
                                                    Intervensi : 
                                                    • Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh. R/ Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
                                                    • Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa. R/ Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.
                                                    • Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena. R/ Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan meningkatkan fungsi ginjal

                                                                                  Asuhan Keperawatan Pasien dengan Typhoid

                                                                                  ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TYPHOID


                                                                                  1.Pengkajian

                                                                                  a. Biodata Pasien : Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.

                                                                                  b. Biodata Penaggung Jawab :Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat.

                                                                                  c. Riwayat Kesahatan Pasien :
                                                                                  1. Riwayat Kesehatan Dahulu
                                                                                  2. Riwayat Kesehatan Sekarang
                                                                                  3. Riwayat Kesehatan Keluarga
                                                                                  d. Kebiasaan Sehari-hari
                                                                                  1. Makan dan Minum
                                                                                  2. Eliminasi : BAK dan BAB
                                                                                  3. Personal Hygiene
                                                                                  e. Pemeriksaan Fisik / Head To Toe

                                                                                  2. Diagnosa
                                                                                  1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
                                                                                  2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
                                                                                  3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.
                                                                                  3. Intervensi
                                                                                  a. Diagnosa Keperwatan 1 :
                                                                                     Tujuan : Suhu tubuh normal
                                                                                     Intervensi :
                                                                                  1. Observasi suhu tubuh klien : R/ Mengetahui perubahan suhu tubuh.
                                                                                  2. Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas : R/ Melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
                                                                                  3. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun : R/ Menjaga kebersihan badan
                                                                                  4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik : R/ Menurunkan panas dengan obat.
                                                                                  b. Diagnosa Keperawatan 2 :
                                                                                     Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
                                                                                     Intervensi :
                                                                                  1. Kaji pola nutrisi klien : R/ Mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
                                                                                  2. Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai : R/ Meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan yang tidak disukai.
                                                                                  3. Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut : R/ Penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
                                                                                  4. Timbang berat badan tiap hari : R/ Mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
                                                                                  5. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering : R/ Mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
                                                                                  6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet : R/ Mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

                                                                                  c. Diagnosa Keperawatan 3 :
                                                                                                              Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
                                                                                                                Intervensi :
                                                                                                                  1. Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya : R/ Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
                                                                                                                  2. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien : R/ Supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.
                                                                                                                  3. Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti : R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
                                                                                                                  4. Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat : R/ Memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.

                                                                                                                          Senin, 29 Maret 2010

                                                                                                                          Stroke

                                                                                                                          Stroke


                                                                                                                          Pengertian

                                                                                                                          Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan.
                                                                                                                          Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat :
                                                                                                                          1. fokal dan atau global
                                                                                                                          2. akut
                                                                                                                          3. berlangsung antara 24 jam atau lebih
                                                                                                                          4. disebabkan gangguan aliran darah otak
                                                                                                                          5. tidak disebabkan karena tumor/infeksi

                                                                                                                          Klasifikasi

                                                                                                                          Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit ,stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
                                                                                                                          1. Serangan iskemik sepintas/ TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
                                                                                                                          2. Progresif/ inevolution (stroke yang sedang berkembang) stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
                                                                                                                          3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap.
                                                                                                                          Klasifikasi berdasarkan patologi
                                                                                                                          Stroke Haemorhagic
                                                                                                                          Stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

                                                                                                                          Stroke non Haemorhagic
                                                                                                                          Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.

                                                                                                                          Etiologi

                                                                                                                          Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
                                                                                                                          1. Thrombosis Cerebral
                                                                                                                          Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

                                                                                                                          Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
                                                                                                                          1. Atherosklerosis
                                                                                                                          Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
                                                                                                                          1. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
                                                                                                                          2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
                                                                                                                          3. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
                                                                                                                          4. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
                                                                                                                          5. Hypercoagulasi pada polysitemia
                                                                                                                          6. Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
                                                                                                                          7. Arteritis (radang pada arteri)

                                                                                                                          2. Emboli
                                                                                                                          Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
                                                                                                                          Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
                                                                                                                          Myokard infark
                                                                                                                          Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
                                                                                                                          Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

                                                                                                                          3. Haemorhagic
                                                                                                                          Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

                                                                                                                          Tanda Dan Gejala
                                                                                                                          1. Stroke menyebabkan defisit nuurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
                                                                                                                          2. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
                                                                                                                          3. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
                                                                                                                          4. Tonus otot lemah atau kaku
                                                                                                                          5. Menurun atau hilangnya rasa
                                                                                                                          6. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
                                                                                                                          7. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
                                                                                                                          8. Gangguan persepsi
                                                                                                                          9. Gangguan status mental

                                                                                                                          Patofisiologi

                                                                                                                          1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari. Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
                                                                                                                          2. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
                                                                                                                          3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.

                                                                                                                          Typhoid

                                                                                                                          TYPHOID


                                                                                                                          Pengertian

                                                                                                                          Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).

                                                                                                                          Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
                                                                                                                          Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).


                                                                                                                          Etiologi

                                                                                                                          Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

                                                                                                                          Patofisiologi


                                                                                                                          Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

                                                                                                                          Tanda dan Gejala

                                                                                                                          Masa tunas typhoid 10 - 14 hari
                                                                                                                          1. Minggu I
                                                                                                                          Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
                                                                                                                          2. Minggu II
                                                                                                                          Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

                                                                                                                          Pemeriksaan Penunjang

                                                                                                                          Pemeriksaan Laboratorium :
                                                                                                                          1. Uji Widal
                                                                                                                          Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
                                                                                                                          Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
                                                                                                                          Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
                                                                                                                          Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
                                                                                                                          Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

                                                                                                                          2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
                                                                                                                          SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

                                                                                                                          Penatalaksanaan

                                                                                                                          1. Perawatan
                                                                                                                          Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
                                                                                                                          Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
                                                                                                                          2. Diet
                                                                                                                          Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
                                                                                                                          Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
                                                                                                                          Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
                                                                                                                          Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
                                                                                                                          3. Pengobatan
                                                                                                                          Klorampenikol
                                                                                                                          Tiampenikol
                                                                                                                          Kotrimoxazol


                                                                                                                          Infeksi Saluran Kemih (ISK)

                                                                                                                          INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

                                                                                                                          Pengertian

                                                                                                                          Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)
                                                                                                                          Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)

                                                                                                                          Klasifikasi

                                                                                                                          Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
                                                                                                                          1. Kandung kemih (sistitis)
                                                                                                                          2. Uretra (uretritis)
                                                                                                                          3. Prostat (prostatitis)
                                                                                                                          4. Ginjal (pielonefritis)

                                                                                                                          Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:

                                                                                                                          1. ISK uncomplicated (simple)
                                                                                                                          ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.

                                                                                                                          2. ISK complicated
                                                                                                                          Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
                                                                                                                          1. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
                                                                                                                          2. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
                                                                                                                          3. Gangguan daya tahan tubuh
                                                                                                                          4. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.

                                                                                                                          Etiologi

                                                                                                                          Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
                                                                                                                          1. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
                                                                                                                          2. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
                                                                                                                          3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain

                                                                                                                          Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:

                                                                                                                          1. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
                                                                                                                          2. Mobilitas menurun
                                                                                                                          3. Nutrisi yang sering kurang baik
                                                                                                                          4. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
                                                                                                                          5. Adanya hambatan pada aliran urin
                                                                                                                          6. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

                                                                                                                          Patofisiologi

                                                                                                                          Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
                                                                                                                          Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.
                                                                                                                          1. Asending

                                                                                                                          Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
                                                                                                                          Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.

                                                                                                                          2. Hematogen

                                                                                                                          Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

                                                                                                                          Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:

                                                                                                                          1. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
                                                                                                                          2. Mobilitas menurun
                                                                                                                          3. Nutrisi yang sering kurang baik
                                                                                                                          4. System imunnitas yng menurun
                                                                                                                          5. Adanya hambatan pada saluran urin
                                                                                                                          6. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
                                                                                                                          7. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.

                                                                                                                          Tanda dan Gejala

                                                                                                                          Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
                                                                                                                          1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
                                                                                                                          2. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
                                                                                                                          3. Hematuria
                                                                                                                          4. Nyeri punggung dapat terjadi
                                                                                                                          5. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
                                                                                                                          6. Demam
                                                                                                                          7. Menggigil
                                                                                                                          8. Nyeri panggul dan pinggang
                                                                                                                          9. Nyeri ketika berkemih
                                                                                                                          10. Malaise
                                                                                                                          11. Pusing
                                                                                                                          12. Mual dan muntah

                                                                                                                          Pemeriksaan Penunjang

                                                                                                                          1. Urinalisis
                                                                                                                          2. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
                                                                                                                          3. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
                                                                                                                          4. Bakteriologis
                                                                                                                          5. Mikroskopis
                                                                                                                          6. Biakan bakteri
                                                                                                                          7. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
                                                                                                                          8. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
                                                                                                                          9. Metode tes
                                                                                                                          10. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
                                                                                                                          11. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
                                                                                                                          12. Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
                                                                                                                          13. Tes- tes tambahan :
                                                                                                                          14. Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

                                                                                                                          Penatalaksanaan

                                                                                                                          1. Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
                                                                                                                          2. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
                                                                                                                          3. Terapi antibiotika dosis tunggal
                                                                                                                          4. Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
                                                                                                                          5. Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
                                                                                                                          6. Terapi dosis rendah untuk supresi
                                                                                                                          7. Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
                                                                                                                          8. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.

                                                                                                                          Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
                                                                                                                          1. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
                                                                                                                          2. Interansi obat
                                                                                                                          3. Efek samping obat
                                                                                                                          4. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
                                                                                                                          5. Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
                                                                                                                          6. Efek nefrotosik obat
                                                                                                                          7. Efek toksisitas obat

                                                                                                                          Gastroenteritis

                                                                                                                          GASTROENTERITIS

                                                                                                                          Pengertian

                                                                                                                          Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).

                                                                                                                          Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
                                                                                                                          Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).

                                                                                                                          Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
                                                                                                                          Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

                                                                                                                          Etiologi

                                                                                                                          a. Infeksi Virus

                                                                                                                          1. Retavirus
                                                                                                                          • Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.
                                                                                                                          • Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
                                                                                                                          • Dapat ditemukan demam atau muntah.Di dapatkan penurunan HCC.
                                                                                                                          2. Enterovirus
                                                                                                                          • Biasanya timbul pada musim panas.
                                                                                                                          3. Adenovirus
                                                                                                                          • Timbul sepanjang tahun.Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan.
                                                                                                                          4. Norwalk
                                                                                                                          5. Epidemik
                                                                                                                          • Dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam)

                                                                                                                          b. Bakteri

                                                                                                                          1. Stigella
                                                                                                                          • Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
                                                                                                                          • Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
                                                                                                                          • Dapat dihubungkan dengan kejang demam.
                                                                                                                          • Muntah yang tidak menonjol
                                                                                                                          • Sel polos dalam feses
                                                                                                                          • Sel batang dalam darah

                                                                                                                          2. Salmonella
                                                                                                                          • Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
                                                                                                                          • Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
                                                                                                                          • Mungkin ada peningkatan temperatur
                                                                                                                          • Muntah tidak menonjol
                                                                                                                          • Sel polos dalam feses
                                                                                                                          • Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
                                                                                                                          • Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.

                                                                                                                          3. Escherichia coli
                                                                                                                          • Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan entenoksin.
                                                                                                                          • Pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.

                                                                                                                          4. Campylobacter
                                                                                                                          • Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
                                                                                                                          • Kram abdomen yang hebat.
                                                                                                                          • Muntah/dehidrasi jarang terjadi

                                                                                                                          5. Yersinia Enterecolitica
                                                                                                                          • Feses mukosa
                                                                                                                          • Sering didapatkan sel polos pada feses.
                                                                                                                          • Mungkin ada nyeri abdomen yang berat
                                                                                                                          • Diare selama 1-2 minggu.
                                                                                                                          • Sering menyerupai apendicitis.

                                                                                                                          c. Faktor Non Infeksiosus

                                                                                                                          1. Malabsorbsi
                                                                                                                          • Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
                                                                                                                          • Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
                                                                                                                          • Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin.

                                                                                                                          2. Faktor makanan
                                                                                                                          • Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy, dow’n milk protein senditive enteropathy/CMPSE).

                                                                                                                          3. Faktor Psikologis
                                                                                                                          • Rasa takut,cemas.

                                                                                                                          Patofisiologi

                                                                                                                          Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.

                                                                                                                          Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

                                                                                                                          Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

                                                                                                                          Manifestasi KLinis
                                                                                                                          1. Nyeri perut (abdominal discomfort)
                                                                                                                          2. Rasa perih di ulu hati
                                                                                                                          3. Mual, kadang-kadang sampai muntah
                                                                                                                          4. Nafsu makan berkurang
                                                                                                                          5. Rasa lekas kenyang
                                                                                                                          6. Perut kembung
                                                                                                                          7. Rasa panas di dada dan perut
                                                                                                                          8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).

                                                                                                                          Komplikasi
                                                                                                                          1. Dehidrasi
                                                                                                                          2. Renjatan hipovolemik
                                                                                                                          3. Kejang
                                                                                                                          4. Bakterimia
                                                                                                                          5. Mal nutrisi
                                                                                                                          6. Hipoglikemia
                                                                                                                          7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

                                                                                                                          Tingkat derajat Dehidrasi

                                                                                                                          1. Dehidrasi ringan
                                                                                                                          Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
                                                                                                                          2. Dehidrasi Sedang
                                                                                                                          Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
                                                                                                                          3. Dehidrasi Berat
                                                                                                                          Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

                                                                                                                          Pemeriksaan Penunjang

                                                                                                                          Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
                                                                                                                          1. Pemeriksaan Tinja
                                                                                                                          Makroskopis dan mikroskopis.
                                                                                                                          pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
                                                                                                                          Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

                                                                                                                          2. Pemeriksaan Darah
                                                                                                                          pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
                                                                                                                          Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

                                                                                                                          3. Doudenal Intubation
                                                                                                                          Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

                                                                                                                          Penatalaksanaan Medis

                                                                                                                          1. Pemberian cairan.
                                                                                                                          Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan : Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
                                                                                                                          2. Obat-obatan.

                                                                                                                          Diabetes Militus


                                                                                                                          DIABETES MILITUS

                                                                                                                          Pengertian

                                                                                                                          Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

                                                                                                                          Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

                                                                                                                          Klasifikasi

                                                                                                                          Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
                                                                                                                          1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
                                                                                                                          2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
                                                                                                                          3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
                                                                                                                          4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

                                                                                                                          Etiologi

                                                                                                                          Diabetes tipe I :
                                                                                                                          1. Faktor genetik
                                                                                                                          • Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
                                                                                                                          2. Faktor-faktor imunologi
                                                                                                                          • Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
                                                                                                                          3. Faktor lingkungan
                                                                                                                          • Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

                                                                                                                          Diabetes Tipe II

                                                                                                                          Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
                                                                                                                          Faktor-faktor resiko :
                                                                                                                          • Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
                                                                                                                          • Obesitas
                                                                                                                          • Riwayat keluarga

                                                                                                                          Tanda dan Gejala

                                                                                                                          Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
                                                                                                                          Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
                                                                                                                          • Katarak
                                                                                                                          • Glaukoma
                                                                                                                          • Retinopati
                                                                                                                          • Gatal seluruh badan
                                                                                                                          • Pruritus Vulvae
                                                                                                                          • Infeksi bakteri kulit
                                                                                                                          • Infeksi jamur di kulit
                                                                                                                          • Dermatopati
                                                                                                                          • Neuropati perifer
                                                                                                                          • Neuropati viseral
                                                                                                                          • Amiotropi
                                                                                                                          • Ulkus Neurotropik
                                                                                                                          • Penyakit ginjal
                                                                                                                          • Penyakit pembuluh darah perifer
                                                                                                                          • Penyakit koroner
                                                                                                                          • Penyakit pembuluh darah otak
                                                                                                                          • Hipertensi

                                                                                                                          Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
                                                                                                                          Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
                                                                                                                          Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

                                                                                                                          Pemeriksaan Penunjang
                                                                                                                          • Glukosa darah sewaktu
                                                                                                                          • Kadar glukosa darah puasa
                                                                                                                          • Tes toleransi glukosa
                                                                                                                          • Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).

                                                                                                                          Kadar glukosa darah sewaktu
                                                                                                                          Plasma vena :
                                                                                                                          <100>
                                                                                                                          100 - 200 = belum pasti DM
                                                                                                                          >200 = DM
                                                                                                                          Darah kapiler :
                                                                                                                          <80>
                                                                                                                          80 - 100 = belum pasti DM
                                                                                                                          > 200 = DM
                                                                                                                          Kadar glukosa darah puasa
                                                                                                                          Plasma vena :
                                                                                                                          <110>
                                                                                                                          110 - 120 = belum pasti DM
                                                                                                                          > 120 = DM
                                                                                                                          Darah kapiler :
                                                                                                                          <90>
                                                                                                                          90 - 110 = belum pasti DM
                                                                                                                          > 110 = DM


                                                                                                                          Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

                                                                                                                          • Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
                                                                                                                          • Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
                                                                                                                          • Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

                                                                                                                          Penatalaksanaan

                                                                                                                          Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
                                                                                                                          Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
                                                                                                                          • Diet
                                                                                                                          • Latihan
                                                                                                                          • Pemantauan
                                                                                                                          • Terapi (jika diperlukan)
                                                                                                                          • Pendidikan

                                                                                                                          Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

                                                                                                                          BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

                                                                                                                          Pengertian

                                                                                                                          Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).

                                                                                                                          Dalam hal ini dibedakan menjadi :
                                                                                                                          Prematuritas murni
                                                                                                                          Yaitu bayipada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR) Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.

                                                                                                                          Etiologi

                                                                                                                          Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :

                                                                                                                          Faktor ibu
                                                                                                                          • Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diaatas 35 tahun
                                                                                                                          • Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
                                                                                                                          • Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok
                                                                                                                          Faktor kehamilan
                                                                                                                          • Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
                                                                                                                          • Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
                                                                                                                          Faktor janin
                                                                                                                          • Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
                                                                                                                          Faktor yang masih belum diketahui

                                                                                                                          Komplikasi

                                                                                                                          • Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
                                                                                                                          • Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
                                                                                                                          • Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
                                                                                                                          • Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
                                                                                                                          • Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
                                                                                                                          • Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal

                                                                                                                          Penatalaksanaan

                                                                                                                          • Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
                                                                                                                          • Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
                                                                                                                          • Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
                                                                                                                          • Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat.

                                                                                                                          Appendiksitis

                                                                                                                          APPENDIKSITIS

                                                                                                                          Pengertian

                                                                                                                          Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

                                                                                                                          Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

                                                                                                                          Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

                                                                                                                          Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (Anonim, Apendisitis, 2007).

                                                                                                                          Klasifikasi

                                                                                                                          Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

                                                                                                                          • Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

                                                                                                                          • Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

                                                                                                                          Etiologi

                                                                                                                          Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
                                                                                                                          • Hiperplasia dari folikel limfoid.
                                                                                                                          • Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
                                                                                                                          • Tumor appendiks.
                                                                                                                          • Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
                                                                                                                          • Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
                                                                                                                          Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

                                                                                                                          Tanda dan gejala

                                                                                                                          Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
                                                                                                                          Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
                                                                                                                          Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.

                                                                                                                          Patofisiologi

                                                                                                                          Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan (Karsinoma Karsinoid).

                                                                                                                          Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.

                                                                                                                          Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
                                                                                                                          Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

                                                                                                                          Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).

                                                                                                                          Komplikasi
                                                                                                                          • Perforasi dengan pembentukan abses
                                                                                                                          • Peritonitis generalisata.
                                                                                                                          • Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

                                                                                                                          Pencegahan

                                                                                                                          Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangren,perforasi dan peritonitis.

                                                                                                                          Penatalaksanaan

                                                                                                                          • Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
                                                                                                                          • Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
                                                                                                                          • Tindakan operatif ; appendiktomi.
                                                                                                                          • Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.