I. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
II. Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
Perdarahan tidak begitu banyak
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
III. Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Fetal distress
His lemah / melemah
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Bayi besar ( BBL 4,2 kg )
Plasenta previa
Kalainan letak
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
Rupture uteri mengancam
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Panggul sempit
Problema plasenta
IV. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
V. POST PARTUM
A. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS
Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu.
(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
• Uterus
• Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi
1.
2.
3.
4. Segera setelah lahir
1 jam setelah lahir
12 jam setelah lahir
setelah 2 hari Pertengahan simpisis dan umbilikus
Umbilikus
1 cm di atas pusat
Turun 1 cm/hari
Lembut Terjadi
Berkurang
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
- Lochea
• Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
• Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
• Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
- Perineum
• Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
• Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
VI. PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
1. Kesempitan pintu atas panggul
2. kesempitan bidang bawah panggul
3. kesempitan pintu bawah panggul
4. kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a. Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
d. Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
e. Panggul belah : symphyse terbuka
2. kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-lain
b. Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c. Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3. kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a. kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
b. sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
4. kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.
Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
1. Pengaruh pada kehamilan
- Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
- Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
- Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
- Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
- Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
2. Pengaruh pada persalinan
- Persalinan lebih lama dari biasa.
a. Karena gangguan pembukaan
b. Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
- Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
a. Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus” (mekanisme lobang kancing)
b. Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
c. Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas panggul.
- Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul sempit
- Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
- Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
- Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
- Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus.
3. Pengaruh pada anak
- Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
- Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
- Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan dapat terjadi fraktur impresi.
Persangkaan Panggul sempit
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
1. Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
2. Pada primipara ada perut menggantung
3. pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
4. kelainan letak pada hamil tua
5. kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
6. osborn positip
Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
- Bentuk panggul
- Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
- Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
- Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
- Presentasi dan posisi kepala
- His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan berlangsung selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
1. Riwayat persalinan yang lampau
2. besarnya presentasi dan posisi anak
3. pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
4. his
5. lancarnya pembukaan
6. infeksi intra partum
7. bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8 ½ – 10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan percobaan.
Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
1. – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
- Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
- Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
2. – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
- Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
1. Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
2. test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka test of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
1. Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
2. kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut
kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5
Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
1. Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
2. diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 ½ cm
3. diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
2. diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
- Spinae ischiadicae sangat menonjol
- Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang
Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.
Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.
Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
1. Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
2. diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
3. diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan dengan forcepe dan dengan episiotomy yang cukup luas.
VII. Pengkajian
1. Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
2. integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis
3. Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
4. Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
5. Keamanan
Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
Adanya defisiensi imun
Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
Riwayat penyakit hepatic
Riwayat tranfusi darah
Tanda munculnya proses infeksi
VIII. Pathways
IX. Proritas Keperawatan
Mengurangi ansietas dan trauma emosional
Menyediakan keamanan fisik
Mencegah komplikasi
Meredakan rasa sakit
Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
X. Diagnosa Keperawatan
Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )
XI. Intervensi
DP Tujuan Intervensi Rasional
Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan tubuh untuk penyembuhan luka,penurunan masukan (sekunder akibat nyeri, mual, muntah Ansietas berkurang setelah diberikan perawatan dengan kriteria hasil :
- Tidak menunjukkan traumatik pada saat membicarakan pembedahan
- Tidak tampak gelisah
- Tidak merasa takut untuk dilakukan pembedahan yang sama
- Pasien merasa tenang
Infeksi tidak terjadi setelah perawatan selama 24 jam pertama dengan kriteria hasil :
- Menunjukkan kondisi luka yang jauh dari kategori infeksi
- Albumin dalam keadaan normal
- Suhu tubuh pasien dalam keadaan normal, tidak demam
Nyeri dapat berkurang setelah perawatan 1x 24 jam dengan kriteria :
- Pasien tidak mengeluh nyeri / mengatakan bahwa nyeri sudah berkurang
Mendemontrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi
- Lakukan pendekatan diri pada pasien supaya pasien merasa nyaman
- Yakinkan bahwa pembedahan merupakan jalan terbaik yang harus ditempuh untuk menyelamatkan bayi dan ibu
- Berikan nutrisi yang adekuat
- Berikan penkes untuk menjaga daya tahan tubuh, kebersihan luka, serta tanda-tanda infeksi dini pada luka
- lakukan pengkajian nyeri
- lakukan managemen nyeri
- monitoring keadaan insisi luka post operasi
- ajarkan mobilitas yang memungkinkan tiap jam sekali
- kaji status nutrisi secara continue selama perawatan tiap hari, perhatikan tingkat energi, kondisi, kulit, kuku, rambut, rongga mulut
- tekankan pentingnya trasnsisi pada pemberian makan per oral dengan tepat
- beri waktu mengunyah, menelan, beri sosialisasi dan bantuan makan sesuai dengan indikasi
- Rasa nyaman akan menumbuhkan rasa tenang, tidak cemas serta kepercayaan pada perawat.
- Nutrisi yang adekuat akan menghasilkan daua tubuh yang optimal
- Dengan adanya partisipasi dari pasien, maka kesembuhan luka dapat lebih mudah terwujud
- Setiap skala nyeri memiliki managemen yang berbeda
- Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
- Antisipasi nyeri akibat luka post operasi
- Mobilitas dapat merangsang peristaltik usus sehingga mempercepat flatus
- Memberi kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari norma/ dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi
- Trasnsisi pemberian makan oral lebih disukai
- Pasien perlu bantuan untuk menghadapi masalah anoreksia, kelelahan, kelemahan otot
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Tampilkan postingan dengan label kmb. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kmb. Tampilkan semua postingan
Minggu, 18 April 2010
Auhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Chronic Obstructive Pulmonal Disease ( COPD )
1. Pengertian
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
1. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
3. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
4. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
5. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
6. Kebiasaan merokok
7. Polusi udara
8. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
9. Riwayat infeksi saluran nafas.
10. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
11. Tanda dan gejala
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
12. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
13. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
14. Dispnea.
15. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
16. Anoreksia.
17. Penurunan berat badan dan kelemahan.
18. Takikardia, berkeringat.
19.
Hipoksia, sesak dalam dada.
20. Pemeriksaan Diagnostik
* Anamnesis :
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.
*
Pemeriksaan fisik :
o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
o Suara nafas berkurang.
*
Pemeriksaan radiologi
o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
* Tes fungsi paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
* Pemeriksaan gas darah.
* Pemeriksaan EKG
* Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
1.
Komplikasi
Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.
2. Penatalaksanaan
* Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
*
Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :
o
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
+ Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
+ Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol g diberikan tiap 6 jam denganm5 mg dan atau protropium bromide 250 rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
*
Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 <>
o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
B. Asuhan Keperawatan COPD
A. Pengkajian
*
Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
*
Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.
*
Pola nutris metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.
*
Pola eliminasi.
o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
*
Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
*
Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
*
Pola persepsi kogniti
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
*
Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
*
Pola peran hubungan dengan sesama
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
*
Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
*
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
* Pola system kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
C. Perencanaan Keperawatan.
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi
1.
Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
3.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
4.
Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan 'lapar udara', gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
5.
Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6.
Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
7.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
Rasional :
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
(Doenges, 1999. hal 156).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
* Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
* Tanda-tanda vital dalam batas normal
* Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi :
1.
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
2.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
3.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
4.
Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional :
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
5.
Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6.
Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional :
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
(Doenges, 1999. hal 158).
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
* Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
* Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
1.
Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Respon :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
2.
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
3.
Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional :
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
4.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional :
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5.
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional :
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional :
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
(Doenges, 1999. hal 171)."
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
1. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
3. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
4. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
5. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
6. Kebiasaan merokok
7. Polusi udara
8. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
9. Riwayat infeksi saluran nafas.
10. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
11. Tanda dan gejala
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
12. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
13. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
14. Dispnea.
15. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
16. Anoreksia.
17. Penurunan berat badan dan kelemahan.
18. Takikardia, berkeringat.
19.
Hipoksia, sesak dalam dada.
20. Pemeriksaan Diagnostik
* Anamnesis :
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.
*
Pemeriksaan fisik :
o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
o Suara nafas berkurang.
*
Pemeriksaan radiologi
o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
* Tes fungsi paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
* Pemeriksaan gas darah.
* Pemeriksaan EKG
* Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
1.
Komplikasi
Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.
2. Penatalaksanaan
* Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
*
Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :
o
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
+ Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
+ Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol g diberikan tiap 6 jam denganm5 mg dan atau protropium bromide 250 rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
*
Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 <>
o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
B. Asuhan Keperawatan COPD
A. Pengkajian
*
Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
*
Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.
*
Pola nutris metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.
*
Pola eliminasi.
o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
*
Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
*
Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
*
Pola persepsi kogniti
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
*
Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
*
Pola peran hubungan dengan sesama
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
*
Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
*
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
* Pola system kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
C. Perencanaan Keperawatan.
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi
1.
Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
3.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
4.
Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan 'lapar udara', gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
5.
Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6.
Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
7.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
Rasional :
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
(Doenges, 1999. hal 156).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
* Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
* Tanda-tanda vital dalam batas normal
* Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi :
1.
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
2.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
3.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
4.
Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional :
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
5.
Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6.
Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional :
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
(Doenges, 1999. hal 158).
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
* Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
* Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
1.
Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Respon :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
2.
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
3.
Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional :
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
4.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional :
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5.
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional :
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional :
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
(Doenges, 1999. hal 171)."
Auhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Toksemia Gravidarum
TINJAUAN TEORI
Pengertian
Preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah suatu kondisi dimana tekanan darah meningkat selama masa kehamilan. Bila tekanan darah anda meningkat, tubuh anda menahan air, dan protein bisa ditemukan dalam urin anda. Hal seperti ini juga disebut sebagai toxemia atau pregnancy induced hypertension (PIH).
Etiologi
Penyebab dari Toksemia Gravidarum sampai saat ini tidak diketahui, tapi resiko utama terjadinya pre-eklamsi adalah abrupsio plasenta.
Faktor Resiko
Resiko tinggi mengalami preeklamsia adalah :
1. Baru pertama kali hamil
2. Ibu hamil yang ibunya atau saudara perempuannya pernah mengalami preeklamsia
3. Ibu hamil dengan kehamilan kembar; ibu hamil usia remaja; dan ibu hamil berusia lebih dari 40 tahun
4. Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit ginjal
Patofisologi
Preeklamsia dapat membuat plasenta tidak mendapatkan darah dalam jumlah yang cukup. Bila plasenta tidak mendapatkan cukup darah, maka bayi anda tidak akan mendapatkan cukup oksigen dan makanan. Ini dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat badan rendah.
Keadaan ini dapat disertai kelainan faal hati berupa kenaikan kadar fosfatase alkali dan transaminase dalam serum, sedangkan ikterus jarang timbul, hanya terjadi pada keadaan berat, yait karena koagulasi intravaskuler (DIC) dengan hemolisis dan nekrosis hati
Gambaran histopatologis menampakkan adanya trombi fibrin dalam sinusoid di periportal disertai tanda-tanda perdarahan serta nekrosis, sedangkan tanda-tanda inflamasi tidak ada.
Perdarahan intrahepatik dan subkapsuler menimbulkan keluhan nyeri epigastrik atau nyeri perut kuadran kanan atas, meskipun jarang terjadi, ruptur spontan hati yang mengakibatkan perdarahan intra peritoneal dan syok memerlukan tindakan bedah darurat.
Umumnya tidak ada pengobatan khusus terhadap kelainan faal hati yang terjadi pada toksemia gravidarum, terminasi kehamilan akan memperbaiki keadaan klinis dan histopatologisnya.
Tanda dan Gejala
Seorang wanita yang pada saat hamil tekanan darahnya meningkat secara berarti tetapi tetap dibawah 140/90 mm hg, juga dikatakan menderita pre-eklamsi. bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita pre-eklamsi, 4-5 kali lebih rentan terhadap kelainan yang timbul segera setelah lahir. bayi yang dilahirkan juga mungkin kecil karena adanya kelainan fungsi plasenta atau karena lahir prematur.
Gejala-gejala dari pre-eklamsi adalah:
tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mm hg
wajah atau tangan membengkak
kadar protein yang tinggi dalam air kemih.
Manifetasi Klinis
Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejal-gejala subyektif. Pada preeklamsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan proteinuria bertambah banyak.
Klasifikasi
1. Preeklamsia ringan : Tekanan darah yang tinggi, retensi air, protein dalam urin
2. Preeklamsia berat : sakit kepala, pandangan kabur, tidak dapat melihat cahaya yang terang, kelelahan, mual/muntah, sedikit buang air kecil (BAK), sakit di perut bagian kanan atas, napas pendek dan cenderung mudah cedera.
Komplikasi
Komplikasi utama dari pre-eklamsi adalah sindroma hellp, yang terdiri dari:
1. Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
2. Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
3. Penurunan jumlah trombosit (yang menunjukkan adanya gangguan kemampuan pembekuan darah).
Sindroma hellp cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi tertunda. jika terjadi sindroma hellp, bayi segera dilahirkan melalui operasi sesar. jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklamsi.
Pemeriksaan Penunjang
Penlaian Keadaan Ibu Klinis
TD: derajat keparahan, hubungan TD dgn CVA, bukan kejang
SSP: Keparahan sakit kepala;
o Gg penglihatan-buta, kabur;
o Tremor, iritabilitas, hiperaktif, somnolen
o Mual & muntah
Hematologi: edema, perdarahan, ptekie
Hepatik: nyeri kw kanan atas & epigastrik, mual & muntah
Ginjal: output & warna urin
Penilaian Keadaan Ibu lab
Hematologi:
o Hb, AT
o PTT, APTT, Fibrinogen, FDP
o LDH, asam urat
Hepatik:
o SGOT, SGPT, LDH
Glukosa
Ginjal:
o Proteinuria
o Kreatinin, urea, asam urat
Penilaian Keadaan Janin
Gerakan ( > 10x / 24jam )
DJJ
USG untuk perkembangan
Profil biofisik
Indeks cairan amnion
Pemeriksaan doppler arus darah: tali pusat
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Istirahat, berbaring pada sisi kiri tubuh agar janin anda tidak menindih urat darah.
2. Sering melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran
3. Mengurangi makan garam
4. Minum 8 gelas air per hari
Penalataksanaan Medis
1. Bila anda mengidap preeklamsia berat, dokter anda mungkin akan mengobatinya dengan memberikan obat-obat untuk menekan tekanan darah sampai perkembangan bayi anda cukup untuk dapat dilahirkan dengan selamat.
2. Mual & muntah: antiemetik
3. Nyeri subhepatik: Morfin 2-4 mg iv, Antasida, Minimalkan palpasi
4. Antihipertensi:
a. Min. risiko CVA pd ibu
b. Max. kondisi ibu u/ persalinan yg aman
c. Mendapat waktu u/ penilaian lbh lanjut: memperpanjang kehamilan &persalinan pervaginam jk mungkin
Pencegahan
Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Ada faktor-faktor yang dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi yang dapat dikontrol, ada juga yang tidak. Ikuti instruksi dokter anda mengenai diet dan olahraga.
Gunakan sedikit garam atau sama sekali tanpa garam pada makanan anda
Minum 6-8 gelas air sehari
Jangan banyak makan makanan yang digoreng dan junkfood
Olahraga yang cukup
Angkat kaki anda beberapa kali dalam sehari
Hindari minum alcohol
Hindari minuman yang mengandung kafein
Dokter anda mungkin akan menyarankan anda untuk minum obat dan makan suplemen tambahan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis
Pengkajian
Anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan obstetrik, dan pemeriksaan laboratorium rutin
Tekanan darah, air kencing, berat badan diperiksa tiap hari, dan edema dicari terutama pada daerah sacral
Balans cairan ditentukan tiap hari
Funduskopi dilakukan pada waktu penderita masuk rumah sakit dan kemudian tiap 3 hari
Keadaan janin diperiksa tipa hari dan besarnya dinilai
Penderita diingatkan untuk segera memberitahukan apaabila sakit kepala, merasa mual, merasa nyeri di daerah epigastrium, atau menderita gangguan dalam penglihatan.
Diagnosa Keperawatan
1. PK: Preeklamsi
2. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 PK: Preeklamsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat dapatmeminimalkan komplikasi preeklamsi yang terjadi dengan kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dbn
- Tidak terjadi kejang
- Edema ekstremitas berkurang - Pantau tanda dan gejala adanya preeklamsi
- Anjurkan klien untuk diet tinggi protein dengan asupan natrium sedang 2,5-7 gr per hari dan 6-8 gelas air perhari
- Anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi lateral rekumben kiri
- Ajarkan klien tanda-tanda bahaya preeklamsi dan segera melaporkan jika hal itu terjadi
- Kolaborasi pemberian obat antihipertensi sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian obat anti kejang sesuai indikasi Mengurangi edema yang terjadi
Meningkatkan aliran plasma ginjal dan perfusi plasenta
Dapat mengambil tindakan lebih dini
Untuk menurunkan tekanan darah
Untuk mencegah kejang (eklamsi)
2 Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam, klien akan memiliki keseimbangan volume cairan, dengan kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dbn
- Nadi perifer teraba
- Intake dan output 24 jam seimbang
- Berat badan stabil
- Tidak ada edema perifer Fluid Manajement:
- Pertahankan pencatatan intake dan output cairan yang akurat
- Monitor hasil lab yang berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan BUN,penurunan hematokrit)
- Monitor tanda-tanda vital
- Lakukan penimbangan berat badan setiap hari
- Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi
Mempertahankan balance cairan
Pada edema terjadi retensi cairan sehingga BB meningkat
3 Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama x24 jam, klien memiliki perfusi jaringan perifer yang efektif dengan kriteria hasil:
- Capillary refilll ≤ 2 dtk
- Nadi perifer distal dan proksimal kuat
- Warna kulit dbn
- Tidak ada edema perifer Circulatory Care
- Evaluasi edema dan nadi perifer
- Rendahkan ekstremitas
- Pertahankan hidrasi yang adekuat
- Monitor status cairan meliputi intake dan output
- Anjurkan klien untuk latihan sesuai kemampuan
- Ubah posisi pasien setiap 2 jam jika memungkinkan
Meningkatkan aliran darah
Mencegah peningkatan viskositas darah
Melancarkan peredarah darah
Melancarkan peredaran darah dan penekanan pada bony prominen
DAFTAR PUSTAKA
Pregnancy Induced Hypertension (PIH): Preeclampsia or Toxemia
http://www.americanpregnancy.org
www.sehatgroup.web.id
Pengertian
Preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah suatu kondisi dimana tekanan darah meningkat selama masa kehamilan. Bila tekanan darah anda meningkat, tubuh anda menahan air, dan protein bisa ditemukan dalam urin anda. Hal seperti ini juga disebut sebagai toxemia atau pregnancy induced hypertension (PIH).
Etiologi
Penyebab dari Toksemia Gravidarum sampai saat ini tidak diketahui, tapi resiko utama terjadinya pre-eklamsi adalah abrupsio plasenta.
Faktor Resiko
Resiko tinggi mengalami preeklamsia adalah :
1. Baru pertama kali hamil
2. Ibu hamil yang ibunya atau saudara perempuannya pernah mengalami preeklamsia
3. Ibu hamil dengan kehamilan kembar; ibu hamil usia remaja; dan ibu hamil berusia lebih dari 40 tahun
4. Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit ginjal
Patofisologi
Preeklamsia dapat membuat plasenta tidak mendapatkan darah dalam jumlah yang cukup. Bila plasenta tidak mendapatkan cukup darah, maka bayi anda tidak akan mendapatkan cukup oksigen dan makanan. Ini dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat badan rendah.
Keadaan ini dapat disertai kelainan faal hati berupa kenaikan kadar fosfatase alkali dan transaminase dalam serum, sedangkan ikterus jarang timbul, hanya terjadi pada keadaan berat, yait karena koagulasi intravaskuler (DIC) dengan hemolisis dan nekrosis hati
Gambaran histopatologis menampakkan adanya trombi fibrin dalam sinusoid di periportal disertai tanda-tanda perdarahan serta nekrosis, sedangkan tanda-tanda inflamasi tidak ada.
Perdarahan intrahepatik dan subkapsuler menimbulkan keluhan nyeri epigastrik atau nyeri perut kuadran kanan atas, meskipun jarang terjadi, ruptur spontan hati yang mengakibatkan perdarahan intra peritoneal dan syok memerlukan tindakan bedah darurat.
Umumnya tidak ada pengobatan khusus terhadap kelainan faal hati yang terjadi pada toksemia gravidarum, terminasi kehamilan akan memperbaiki keadaan klinis dan histopatologisnya.
Tanda dan Gejala
Seorang wanita yang pada saat hamil tekanan darahnya meningkat secara berarti tetapi tetap dibawah 140/90 mm hg, juga dikatakan menderita pre-eklamsi. bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita pre-eklamsi, 4-5 kali lebih rentan terhadap kelainan yang timbul segera setelah lahir. bayi yang dilahirkan juga mungkin kecil karena adanya kelainan fungsi plasenta atau karena lahir prematur.
Gejala-gejala dari pre-eklamsi adalah:
tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mm hg
wajah atau tangan membengkak
kadar protein yang tinggi dalam air kemih.
Manifetasi Klinis
Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejal-gejala subyektif. Pada preeklamsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan proteinuria bertambah banyak.
Klasifikasi
1. Preeklamsia ringan : Tekanan darah yang tinggi, retensi air, protein dalam urin
2. Preeklamsia berat : sakit kepala, pandangan kabur, tidak dapat melihat cahaya yang terang, kelelahan, mual/muntah, sedikit buang air kecil (BAK), sakit di perut bagian kanan atas, napas pendek dan cenderung mudah cedera.
Komplikasi
Komplikasi utama dari pre-eklamsi adalah sindroma hellp, yang terdiri dari:
1. Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
2. Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
3. Penurunan jumlah trombosit (yang menunjukkan adanya gangguan kemampuan pembekuan darah).
Sindroma hellp cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi tertunda. jika terjadi sindroma hellp, bayi segera dilahirkan melalui operasi sesar. jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklamsi.
Pemeriksaan Penunjang
Penlaian Keadaan Ibu Klinis
TD: derajat keparahan, hubungan TD dgn CVA, bukan kejang
SSP: Keparahan sakit kepala;
o Gg penglihatan-buta, kabur;
o Tremor, iritabilitas, hiperaktif, somnolen
o Mual & muntah
Hematologi: edema, perdarahan, ptekie
Hepatik: nyeri kw kanan atas & epigastrik, mual & muntah
Ginjal: output & warna urin
Penilaian Keadaan Ibu lab
Hematologi:
o Hb, AT
o PTT, APTT, Fibrinogen, FDP
o LDH, asam urat
Hepatik:
o SGOT, SGPT, LDH
Glukosa
Ginjal:
o Proteinuria
o Kreatinin, urea, asam urat
Penilaian Keadaan Janin
Gerakan ( > 10x / 24jam )
DJJ
USG untuk perkembangan
Profil biofisik
Indeks cairan amnion
Pemeriksaan doppler arus darah: tali pusat
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Istirahat, berbaring pada sisi kiri tubuh agar janin anda tidak menindih urat darah.
2. Sering melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran
3. Mengurangi makan garam
4. Minum 8 gelas air per hari
Penalataksanaan Medis
1. Bila anda mengidap preeklamsia berat, dokter anda mungkin akan mengobatinya dengan memberikan obat-obat untuk menekan tekanan darah sampai perkembangan bayi anda cukup untuk dapat dilahirkan dengan selamat.
2. Mual & muntah: antiemetik
3. Nyeri subhepatik: Morfin 2-4 mg iv, Antasida, Minimalkan palpasi
4. Antihipertensi:
a. Min. risiko CVA pd ibu
b. Max. kondisi ibu u/ persalinan yg aman
c. Mendapat waktu u/ penilaian lbh lanjut: memperpanjang kehamilan &persalinan pervaginam jk mungkin
Pencegahan
Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Ada faktor-faktor yang dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi yang dapat dikontrol, ada juga yang tidak. Ikuti instruksi dokter anda mengenai diet dan olahraga.
Gunakan sedikit garam atau sama sekali tanpa garam pada makanan anda
Minum 6-8 gelas air sehari
Jangan banyak makan makanan yang digoreng dan junkfood
Olahraga yang cukup
Angkat kaki anda beberapa kali dalam sehari
Hindari minum alcohol
Hindari minuman yang mengandung kafein
Dokter anda mungkin akan menyarankan anda untuk minum obat dan makan suplemen tambahan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis
Pengkajian
Anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan obstetrik, dan pemeriksaan laboratorium rutin
Tekanan darah, air kencing, berat badan diperiksa tiap hari, dan edema dicari terutama pada daerah sacral
Balans cairan ditentukan tiap hari
Funduskopi dilakukan pada waktu penderita masuk rumah sakit dan kemudian tiap 3 hari
Keadaan janin diperiksa tipa hari dan besarnya dinilai
Penderita diingatkan untuk segera memberitahukan apaabila sakit kepala, merasa mual, merasa nyeri di daerah epigastrium, atau menderita gangguan dalam penglihatan.
Diagnosa Keperawatan
1. PK: Preeklamsi
2. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 PK: Preeklamsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat dapatmeminimalkan komplikasi preeklamsi yang terjadi dengan kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dbn
- Tidak terjadi kejang
- Edema ekstremitas berkurang - Pantau tanda dan gejala adanya preeklamsi
- Anjurkan klien untuk diet tinggi protein dengan asupan natrium sedang 2,5-7 gr per hari dan 6-8 gelas air perhari
- Anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi lateral rekumben kiri
- Ajarkan klien tanda-tanda bahaya preeklamsi dan segera melaporkan jika hal itu terjadi
- Kolaborasi pemberian obat antihipertensi sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian obat anti kejang sesuai indikasi Mengurangi edema yang terjadi
Meningkatkan aliran plasma ginjal dan perfusi plasenta
Dapat mengambil tindakan lebih dini
Untuk menurunkan tekanan darah
Untuk mencegah kejang (eklamsi)
2 Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam, klien akan memiliki keseimbangan volume cairan, dengan kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dbn
- Nadi perifer teraba
- Intake dan output 24 jam seimbang
- Berat badan stabil
- Tidak ada edema perifer Fluid Manajement:
- Pertahankan pencatatan intake dan output cairan yang akurat
- Monitor hasil lab yang berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan BUN,penurunan hematokrit)
- Monitor tanda-tanda vital
- Lakukan penimbangan berat badan setiap hari
- Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi
Mempertahankan balance cairan
Pada edema terjadi retensi cairan sehingga BB meningkat
3 Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama x24 jam, klien memiliki perfusi jaringan perifer yang efektif dengan kriteria hasil:
- Capillary refilll ≤ 2 dtk
- Nadi perifer distal dan proksimal kuat
- Warna kulit dbn
- Tidak ada edema perifer Circulatory Care
- Evaluasi edema dan nadi perifer
- Rendahkan ekstremitas
- Pertahankan hidrasi yang adekuat
- Monitor status cairan meliputi intake dan output
- Anjurkan klien untuk latihan sesuai kemampuan
- Ubah posisi pasien setiap 2 jam jika memungkinkan
Meningkatkan aliran darah
Mencegah peningkatan viskositas darah
Melancarkan peredarah darah
Melancarkan peredaran darah dan penekanan pada bony prominen
DAFTAR PUSTAKA
Pregnancy Induced Hypertension (PIH): Preeclampsia or Toxemia
http://www.americanpregnancy.org
www.sehatgroup.web.id
Asuhan Keperawatan dengan Pre dan Post Matur Kehamilan
PREMATUR
I. DEFINISI
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram ( Manuaba, 1998 : 221).
Bayi prematur adalah Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran.
Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
II. ETIOLOGI
Mengenai penyebab belum banyak yang di ketahui :
1. Eastman = kausa prematur 61,9% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui)
2. Greenhill = kausa premature 60 % kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
3. Holmer = sebagian besar tidak di ketahui.( Mochtar , 1998 : 219 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan preterm
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :Menurut Manuaba (1998 : 221)
1.Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia.
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/ hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35 tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruption placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
8. Penyulit kebidanan
9.Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
10. Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan preterm diantaranya:
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklampsia.
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis.
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: terjadi gawat janin, temperatur tinggi.
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini : Serviks inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim:
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amnionitis
Sedangkan menurut Mochtar (1998 : 220), faktor yang mempengaruhi Prematuritas adalah sebagai berikut:
1. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kencing )
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin: Tak syah 15 % prematur; kawin sah 13 %prematur
5. Prenatal ( antenantal ) care
6. Anemia, penyakit jantung
7. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan prematur, misalnya pada plasenta praevia, toksemia gravidarum, solusio plasentae, atau kehamilan ganda
III. GEJALA
Gambaran fisik bayi prematur:
• Ukuran kecil
• Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
• Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
• Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
• Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
• Rambut yang jarang
• Telinga tipis dan lembek
• Tangisannya lemah
• Kepala relatif besar
• Jaringan payudara belum berkembang
• Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan)
• Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
• Pernafasan yang tidak teratur
• Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki - laki )
• Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).
Kondisi Yang Menimbulkan Kontraksi
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin :
1. Kelainan Bawaan Uterus
Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.
2. Ketuban Pecah Dini
3. Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, Hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain, infeksi asenden merupakan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban pecah.
4. Serviks Inkompeten
5. Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm , riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dapat terjadinya inkompeten. Mc Donald menemukan 59 % pasiennya pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8 % mengalami konisasi, Demikian pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60 % dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49 % mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
6. Kehamilan Ganda
7. Sebanyak 10 % pasien dengan persalinan preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempuyai panjang usia gestasi yang lebih pendek.( Wiknjosastro et. al., 2002 : 313 )
Penanganan Persalinan Preterm
Penanganan Umum
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Prinsip Penanganan.
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan atau.
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
( Saifuddin et.al., 2002 : 302 ).
Kelahiran Prematur
Kelahiran harus dilaksanakan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat.
Oksigen diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran.
Ketuban tidak boleh dipecahkan secara artifisial.
Kantong ketuban berguna sebagai bantal bagi tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar.
Episiotomi mengurangi tekanan pada cranium bayi.
Forceps rendah dapat membantu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan kepala bayi lewat perineum. Kami lebih menyukai kelahiran spontan kalau keadaannya memungkinkan.
Ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada kelahiran prematur adalah bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relatif besar.
Kelahiran presipitatus dan yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur.
Seorang ahli neonatus harus hadir pada saat kelahiran.( Oxorn, 2003 : 588 ).
Pencegahan Persalinan Preterm
Secara teknis kebidanan persalinan preterm dapat dicegah melalui hal – hal sebagai berikut :
Hal – hal yang dapat dicegah
1. Menurunkan atau mengobati
Anak terlalu rapat dicegah dengan kontrasepsi.
2. Pekerjaan sewaktu harus diistirahatkan dan jangan terlalu berat.
3. Bila dijumpai partus prematurus habitualis diperiksa WR dan VDRL bila hamil banyak istirahat atau dirawat.
Hal – hal yang tidak dapat dicegah ;
1. Kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
2. Vaktor Ovum.
3. Tempat insersi plasenta.
4. Insersi tali pusat.
5. Plasenta previa.
6. Congenital anomaly.
7. Hamil ganda.
8. Suku bangsa.
9. Hidrorea / Hydrorrhoe (pengeluaran cairan dari vagina selama kehamilan) ( Mochtar, 1998 : 220 ).
ASKEP PREMATUR KEHAMILAN
I. Pengkajian
1.Riwayat kehamilan
2.Status bayi baru lahir
3.Pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi :
- Kardiovaskular
- Gastrointestinal
- Integumen
- Muskuloskeletal
- Neurologik
- Pulmonary
- Renal
- Reproduksi
4.Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.
II. Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
DARTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.
Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
BAB I
Postmatur Kehamilan
A . Pengertian
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relatif.
B . Etiologi
Etiologinya msih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalh hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum
C. Prognosis
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Kesepakatan yang ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal lebih tinggi pada IUGR atau bayi SGA daripada AGA lewat bulan. Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk kematian perinatal untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term. Namun bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term. Penatalaksanaaan aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan dapat mengubah hasil positif yang diingunkan, angka penatalaksanaan anestesia epidural, persalinan sesar, dan mortalitas.
Pengaruh terhadap Ibu dan Janin
• Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena (a) aksi uterus tidak terkoordinir (b). Janin besar (c) Moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
• Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dri kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
D . Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plase
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
10. Pemeriksaan pH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitoloi vagina
E . Penatalaksanaan Medis
Dua prinsip pemikiran :
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan berat badan janin ( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita yang bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uterus.
Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
• Metode hormon untuk induksi persalinan :
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
b. Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
3. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.
• Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4. Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.
6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar standar perawatan setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan kehamilan lewat bulan.
F. Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :
1. stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
I. Dx PostMatur Kehamilan
- Ansietas b/d proses kelahiran lama
- Nyeri b/d operasi sectio caesarea
- Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant
II Dx Bayi Postmatur
Kerusakan integritas kulit b/d maserasi
Sianosis b/d mekonium telah bercampur air ketuban
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia:
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta. Arcan
I. DEFINISI
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram ( Manuaba, 1998 : 221).
Bayi prematur adalah Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran.
Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
II. ETIOLOGI
Mengenai penyebab belum banyak yang di ketahui :
1. Eastman = kausa prematur 61,9% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui)
2. Greenhill = kausa premature 60 % kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
3. Holmer = sebagian besar tidak di ketahui.( Mochtar , 1998 : 219 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan preterm
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :Menurut Manuaba (1998 : 221)
1.Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia.
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/ hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35 tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruption placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
8. Penyulit kebidanan
9.Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
10. Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan preterm diantaranya:
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklampsia.
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis.
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: terjadi gawat janin, temperatur tinggi.
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini : Serviks inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim:
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amnionitis
Sedangkan menurut Mochtar (1998 : 220), faktor yang mempengaruhi Prematuritas adalah sebagai berikut:
1. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kencing )
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin: Tak syah 15 % prematur; kawin sah 13 %prematur
5. Prenatal ( antenantal ) care
6. Anemia, penyakit jantung
7. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan prematur, misalnya pada plasenta praevia, toksemia gravidarum, solusio plasentae, atau kehamilan ganda
III. GEJALA
Gambaran fisik bayi prematur:
• Ukuran kecil
• Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
• Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
• Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
• Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
• Rambut yang jarang
• Telinga tipis dan lembek
• Tangisannya lemah
• Kepala relatif besar
• Jaringan payudara belum berkembang
• Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan)
• Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
• Pernafasan yang tidak teratur
• Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki - laki )
• Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).
Kondisi Yang Menimbulkan Kontraksi
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin :
1. Kelainan Bawaan Uterus
Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.
2. Ketuban Pecah Dini
3. Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, Hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain, infeksi asenden merupakan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban pecah.
4. Serviks Inkompeten
5. Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm , riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dapat terjadinya inkompeten. Mc Donald menemukan 59 % pasiennya pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8 % mengalami konisasi, Demikian pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60 % dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49 % mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
6. Kehamilan Ganda
7. Sebanyak 10 % pasien dengan persalinan preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempuyai panjang usia gestasi yang lebih pendek.( Wiknjosastro et. al., 2002 : 313 )
Penanganan Persalinan Preterm
Penanganan Umum
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Prinsip Penanganan.
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan atau.
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
( Saifuddin et.al., 2002 : 302 ).
Kelahiran Prematur
Kelahiran harus dilaksanakan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat.
Oksigen diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran.
Ketuban tidak boleh dipecahkan secara artifisial.
Kantong ketuban berguna sebagai bantal bagi tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar.
Episiotomi mengurangi tekanan pada cranium bayi.
Forceps rendah dapat membantu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan kepala bayi lewat perineum. Kami lebih menyukai kelahiran spontan kalau keadaannya memungkinkan.
Ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada kelahiran prematur adalah bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relatif besar.
Kelahiran presipitatus dan yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur.
Seorang ahli neonatus harus hadir pada saat kelahiran.( Oxorn, 2003 : 588 ).
Pencegahan Persalinan Preterm
Secara teknis kebidanan persalinan preterm dapat dicegah melalui hal – hal sebagai berikut :
Hal – hal yang dapat dicegah
1. Menurunkan atau mengobati
Anak terlalu rapat dicegah dengan kontrasepsi.
2. Pekerjaan sewaktu harus diistirahatkan dan jangan terlalu berat.
3. Bila dijumpai partus prematurus habitualis diperiksa WR dan VDRL bila hamil banyak istirahat atau dirawat.
Hal – hal yang tidak dapat dicegah ;
1. Kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
2. Vaktor Ovum.
3. Tempat insersi plasenta.
4. Insersi tali pusat.
5. Plasenta previa.
6. Congenital anomaly.
7. Hamil ganda.
8. Suku bangsa.
9. Hidrorea / Hydrorrhoe (pengeluaran cairan dari vagina selama kehamilan) ( Mochtar, 1998 : 220 ).
ASKEP PREMATUR KEHAMILAN
I. Pengkajian
1.Riwayat kehamilan
2.Status bayi baru lahir
3.Pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi :
- Kardiovaskular
- Gastrointestinal
- Integumen
- Muskuloskeletal
- Neurologik
- Pulmonary
- Renal
- Reproduksi
4.Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.
II. Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
DARTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.
Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
BAB I
Postmatur Kehamilan
A . Pengertian
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relatif.
B . Etiologi
Etiologinya msih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalh hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum
C. Prognosis
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Kesepakatan yang ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal lebih tinggi pada IUGR atau bayi SGA daripada AGA lewat bulan. Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk kematian perinatal untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term. Namun bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term. Penatalaksanaaan aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan dapat mengubah hasil positif yang diingunkan, angka penatalaksanaan anestesia epidural, persalinan sesar, dan mortalitas.
Pengaruh terhadap Ibu dan Janin
• Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena (a) aksi uterus tidak terkoordinir (b). Janin besar (c) Moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
• Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dri kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
D . Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plase
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
10. Pemeriksaan pH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitoloi vagina
E . Penatalaksanaan Medis
Dua prinsip pemikiran :
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan berat badan janin ( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita yang bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uterus.
Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
• Metode hormon untuk induksi persalinan :
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
b. Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
3. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.
• Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4. Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.
6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar standar perawatan setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan kehamilan lewat bulan.
F. Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :
1. stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
I. Dx PostMatur Kehamilan
- Ansietas b/d proses kelahiran lama
- Nyeri b/d operasi sectio caesarea
- Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant
II Dx Bayi Postmatur
Kerusakan integritas kulit b/d maserasi
Sianosis b/d mekonium telah bercampur air ketuban
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia:
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta. Arcan
Asuhan Keperawatan Ibu dengan Myoma Uteri
A. Pengertian
Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.
Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri (2 %) dan pada korpus uteri (97%), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.
B. Etiologi
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.
C. Lokalisasi Mioma Uteri
1. Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus.
2. Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh ke arah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu.
3. Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh ke arah luar dan menonjol pada permukaan uterus.
D. Komplikasi
1. Pertumbuhan leimiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun / meningkat, Eritrosit : turun
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.
F. Cara Penanganan Mioma Uteri
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO). TAH–BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis (Tucker, Susan Martin, 1998).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
….
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasm pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot
3. Ganguan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
4. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya perdarahan yang berulang-ulang.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Rencana Keperawatan
Dx 1
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf akibat penyempitan kanalis servikalis oleh myoma
Tujuan
Klien dapat mengontrol nyerinya dengan criteria hasil mampu mengidentifikasi cara mengurangi nyeri, mengungkapkan keinginan untuk mengontrol nyerinya.
Intervensi dan Rasional
1. Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Memudahkan tindakan keperawatan
2. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi nyeri
Meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
3. Ajarkan teknik relaksasi
Meningkatkan kenyamanan klien
4. Anjurkan untuk menggunakan kompres hangat
Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien
5. Kolaborasi pemberian analgesik
Mengurangi nyeri
Dx 2
Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
Tujuan
Pola eliminasi urine ibu kembali normal dengan criteria hasil ibu memahami terjadinya retensi urine, bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan retensi urine.
Intervensi dan Rasional
1. Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine
Melihat perubahan pola eliminasi klien
2. Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
3. Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
Mencegah terjadinya retensi urine
Daftar Pustaka
Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta
Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei 2001
Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta
Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.
Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri (2 %) dan pada korpus uteri (97%), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.
B. Etiologi
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.
C. Lokalisasi Mioma Uteri
1. Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus.
2. Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh ke arah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu.
3. Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh ke arah luar dan menonjol pada permukaan uterus.
D. Komplikasi
1. Pertumbuhan leimiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun / meningkat, Eritrosit : turun
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.
F. Cara Penanganan Mioma Uteri
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO). TAH–BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis (Tucker, Susan Martin, 1998).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
….
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasm pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot
3. Ganguan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
4. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya perdarahan yang berulang-ulang.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Rencana Keperawatan
Dx 1
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf akibat penyempitan kanalis servikalis oleh myoma
Tujuan
Klien dapat mengontrol nyerinya dengan criteria hasil mampu mengidentifikasi cara mengurangi nyeri, mengungkapkan keinginan untuk mengontrol nyerinya.
Intervensi dan Rasional
1. Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Memudahkan tindakan keperawatan
2. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi nyeri
Meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
3. Ajarkan teknik relaksasi
Meningkatkan kenyamanan klien
4. Anjurkan untuk menggunakan kompres hangat
Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien
5. Kolaborasi pemberian analgesik
Mengurangi nyeri
Dx 2
Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
Tujuan
Pola eliminasi urine ibu kembali normal dengan criteria hasil ibu memahami terjadinya retensi urine, bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan retensi urine.
Intervensi dan Rasional
1. Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine
Melihat perubahan pola eliminasi klien
2. Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
3. Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
Mencegah terjadinya retensi urine
Daftar Pustaka
Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta
Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei 2001
Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta
Jumat, 19 Maret 2010
Asuhan Keperawatan Dengan Klien Dengan Klien Hernia
1. Pengertian
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216)
2. Penyebab
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 : 217).
B. Patofisiologi/Pathways
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ugamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia.
Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumya terjadi pada pria dari pada wankita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen diarea kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital.
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53)
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan supali darah (Ester, 2002 : 55).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246).
C. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Manifestasi klinis
a. Tampak benjolan di lipat paha.
b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual.
c. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
d. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha.
e. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas.
f. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
(Oswari, 2000 : 218)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit.
( sumber ………)
D. PENGKAJIAN FOKUS
Aktivitas/istirahat
Gejala : - Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama
- membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur
- Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
- Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan
Eliminasi
Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine
Integritas Ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga
Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.
(Doenges, 1999 : 320-321)
Post Operasi
Status Pernapasan
- Frekuensi, irama dan ke dalaman
- Bunyi napas
- Efektifitas upaya batuk
Status Nutrisi
- Status bising usus, mual, muntah
Status Eliminasi
- Distensi abdomen pola BAK/BAB
Kenyamanan
- Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus
Kondisi Luka
- Keadaan/kebersihan balutan
- Tanda-tanda peradangan
- drainage
Aktifitas
- Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas
E. Fokus IntervensiI
1. Medis
a. Hernia yang terstrangulasi atau inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu penokong dapat digunakan untuk mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dan kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk memanifestasikan kerusakan (Long, 1996 : 246)
b. Perbaikan hernia dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perintal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Hernia diregion inguinal biasanya diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. (Ester, 2002 : 54).
2. Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
Intervensi :
1). Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan faktor pemberat/penghilang
2). Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai.
3). Pantau tanda-tanda vital
4). Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi mengeringnya tepi luka.
5). Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernapas, lingkungan tenang.
6). Berikan analgesik sesuai terapi
Rasional :
a. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
b. Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi
c. Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
d. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
e. Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
f. Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan
b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa.
c. Perhatikan adanya edema
d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine
e. Pantau suhu
f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan.
g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.
Rasional :
a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik
b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi
c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein.
d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
e. Demam rendah umum terjadi selama 24 – 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan
f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit
g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
Intervensi :
a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen
d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
Rasional :
a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan
d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan
Intervensi :
a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual, ikusperistaltik setelah selang dilepaskan
b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus.
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C
d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit
Rasional :
a. Mempengaruhi pilihan intervensi
b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 – 4 hari)
c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi
d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi.
5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Intervensi :
a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik.
c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa
d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat
e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat (Tranxene), alprazolan (Xanax)
Rasional :
a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok
b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep
c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas
f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus.
6. Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
Intervensi :
a. Kaji frekuensi ke dalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran masal
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti : krekels, mengi, gesekan plurtal
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambuasi sesegera mungkin
d. Bantu pasien mengatasi takut/ansietas (rujuk DK : ketakutan/ansietas)
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional :
a. Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP sub akut). Ke dalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas
b. Bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruktif sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis).
c. Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeola sehingga memperbaiki difusi gas
d. Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan ketidakmampuan bernapas/terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktual meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan
e. Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
7. Intelorensi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tentang : batasi pengunjung sesuai keperluan
b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik
c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentan, gerak sendi pasif/aktif
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh : relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh : menonton TV, radio, membaca
e. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen antiansietas. Contoh : cliazepam (valium), lorazepam (Ativan)
Rasional :
a. Meningkatkan istirahat dan ketenagan : menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada urea tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan
c. Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat
d. Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
e. Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta
Ester, M., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakarta
Long, B.C. 1999, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan padjajaran Bandung
Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan, EGC. Jakarta
Oswari, E. 2000, Bedah dan Perawatannya, FKUI. Jakarta
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216)
2. Penyebab
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 : 217).
B. Patofisiologi/Pathways
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ugamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia.
Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumya terjadi pada pria dari pada wankita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen diarea kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital.
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53)
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan supali darah (Ester, 2002 : 55).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246).
C. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Manifestasi klinis
a. Tampak benjolan di lipat paha.
b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual.
c. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
d. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha.
e. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas.
f. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
(Oswari, 2000 : 218)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit.
( sumber ………)
D. PENGKAJIAN FOKUS
Aktivitas/istirahat
Gejala : - Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama
- membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur
- Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
- Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan
Eliminasi
Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine
Integritas Ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga
Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.
(Doenges, 1999 : 320-321)
Post Operasi
Status Pernapasan
- Frekuensi, irama dan ke dalaman
- Bunyi napas
- Efektifitas upaya batuk
Status Nutrisi
- Status bising usus, mual, muntah
Status Eliminasi
- Distensi abdomen pola BAK/BAB
Kenyamanan
- Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus
Kondisi Luka
- Keadaan/kebersihan balutan
- Tanda-tanda peradangan
- drainage
Aktifitas
- Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas
E. Fokus IntervensiI
1. Medis
a. Hernia yang terstrangulasi atau inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu penokong dapat digunakan untuk mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dan kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk memanifestasikan kerusakan (Long, 1996 : 246)
b. Perbaikan hernia dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perintal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Hernia diregion inguinal biasanya diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. (Ester, 2002 : 54).
2. Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
Intervensi :
1). Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan faktor pemberat/penghilang
2). Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai.
3). Pantau tanda-tanda vital
4). Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi mengeringnya tepi luka.
5). Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernapas, lingkungan tenang.
6). Berikan analgesik sesuai terapi
Rasional :
a. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
b. Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi
c. Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
d. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
e. Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
f. Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan
b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa.
c. Perhatikan adanya edema
d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine
e. Pantau suhu
f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan.
g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.
Rasional :
a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik
b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi
c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein.
d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
e. Demam rendah umum terjadi selama 24 – 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan
f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit
g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
Intervensi :
a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen
d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
Rasional :
a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan
d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan
Intervensi :
a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual, ikusperistaltik setelah selang dilepaskan
b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus.
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C
d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit
Rasional :
a. Mempengaruhi pilihan intervensi
b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 – 4 hari)
c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi
d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi.
5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Intervensi :
a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik.
c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa
d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat
e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat (Tranxene), alprazolan (Xanax)
Rasional :
a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok
b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep
c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas
f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus.
6. Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
Intervensi :
a. Kaji frekuensi ke dalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran masal
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti : krekels, mengi, gesekan plurtal
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambuasi sesegera mungkin
d. Bantu pasien mengatasi takut/ansietas (rujuk DK : ketakutan/ansietas)
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional :
a. Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP sub akut). Ke dalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas
b. Bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruktif sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis).
c. Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeola sehingga memperbaiki difusi gas
d. Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan ketidakmampuan bernapas/terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktual meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan
e. Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
7. Intelorensi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tentang : batasi pengunjung sesuai keperluan
b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik
c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentan, gerak sendi pasif/aktif
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh : relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh : menonton TV, radio, membaca
e. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen antiansietas. Contoh : cliazepam (valium), lorazepam (Ativan)
Rasional :
a. Meningkatkan istirahat dan ketenagan : menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada urea tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan
c. Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat
d. Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
e. Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta
Ester, M., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakarta
Long, B.C. 1999, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan padjajaran Bandung
Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan, EGC. Jakarta
Oswari, E. 2000, Bedah dan Perawatannya, FKUI. Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)