Sabtu, 20 Februari 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE

Definisi
Stroke (Penyakit Serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.











Penyebab
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

Emboli lemak jarng menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yan gpecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun.
Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

Gejala
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).

Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau tejadi beberapa perbaikan.
Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena:
• Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
• Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
• Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
• Penglihatan ganda
• Pusing
• Bicara tidak jelas (rero)
• Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
• Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
• Pergerakan yang tidak biasa
• Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
• Ketidakseimbangan dan terjatuh
• Pingsan.

Kelainan neurologis yang terjadi lebih berat, lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi.
Stroke bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.

Dignosa
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak.
Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.
Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.
Kadang dilakukan angiografi.

Pengobatan
Biasanya diberikan odsigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan.
Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke.
Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepda penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah resiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat tertentu yang berfungsi menghancurkan bekuan darah (misalnya streptokinase atau plasminogen jaringan) diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan bahwa penyebabnya adalah bekuan darah dan bukan perdarahan, yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah.
Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati memperbaiki aliran darah ke daerh tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Tetapi pengangkatan sumbatan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, bisa mengurangi resiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid.
Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat.
Diberikan perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).
Kelainan yang menyertai stroke (misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru) harus diobati.

Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.

REHABILITASI

Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan karena kelainan fungsi sebagian jaringan otak.
Bagian otak lainnya kadang bisa menggantikan fungsi yang sebelumnya dijalankan oleh bagian otak yang mengalami kerusakan.
Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil. Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan latihan berjalan serta berbicara.

PROGNOSIS
Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas.
Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan.

Serangan Iskemik Sesaat
Definisi
Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA) adalah gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu.
TIA lebih banyak terjadi pada usia setengah baya dan resikonya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Kadang-kadang TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang memiliki penyakit jantung atau kelainan darah.

Penyebab
Serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) bisa lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju ke otak, sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya TIA.
Resiko terjadinya TIA meningkat pada:
• tekanan darah tinggi
• aterosklerosis
• penyakit jantung (terutama pada kelainan katup atau irama jantung)
• diabetes
• kelebihan sel darah merah (polisitemia).

Gejala
TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang sampai lebih dari 1-2 jam.
Gejalanya tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah:
• Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan
• Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.

Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah:
 Hilangnya rasa atau kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
 Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda
 Pusing
 Bicara tidak jelas
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
 Tidak mampu mengenali bagian tubuh
 Gerakan yang tidak biasa
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
 Ketidakseimbangan dan terjatuh
 Pingsan.

Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi pada TIA gejala ini bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA cenderung kambuh; penderita bisa mengalami beberapa kali serangan dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar sepertiga kasus TIA berakhir menjadi stroke dan secara kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun setelah TIA.

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Karena tidak terjadi kerusakan otak, maka diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan bantuan CT scan maupun MRI.

Digunakan beberapa teknik untuk menilai kemungkinan adanya penyumbatan pada salah satu atau kedua arteri karotis. Aliran darah yang tidak biasa menyebabkan suara (bruit) yang terdengar melalui stetoskop. Dilakukan skening ultrasonik dan teknik Doppler secara bersamaan untuk mengetahui ukuran sumbatan dan jumlah darah yang bisa mengalir di sekitarnya.
Angiografi serebral dilakukan untuk menentukan ukuran dan lokasi sumbatan.
Untuk menilai arteri karotis biasanya dilakukan pemeriksaan MRI atau angiografi, sedangkan untuk menilai arteri vertebralis dilakukan pemeriksaan ultrasonik dan teknik Doppler. Sumbatan di dalam arteri vertebral tidak dapat diangkat karena pembedahannya lebih sulit bila dibandingkan dengan pembedahan pada arteri karotis.

Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah stroke. Faktor resiko utama untuk stroke adalah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, merokok dan diabetes; karena itu langkah pertama adalah memperbaiki faktor-faktor resiko tersebut.

Obat-obatan diberikan untuk mengurangi kecenderungan pembentukan bekuan darah, yang merupakan penyebab utama dari stroke. Salah satu obat yang paling efektif adalah aspirin. Kadang diberikan dipiridamol, tetapi obat ini hanya efektif untuk sebagian kecil penderita. Untuk yang alergi terhadap aspirin, bisa diganti dengan tiklopidin. Jika diperlukan obat yang lebih kuat, bisa diberikan antikoagulan (misalnya heparin atau warfarin).
Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam menentukan pengobatan. Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang tersumbat dan penderita memiliki gejala yang menyerupai stroke selama 6 bulan terakhir, maka perlu dilakukan pembedahan untuk mencegah stroke. Sumbatan yang kecil diangkat hanya jika telah menyebabkan TIA yang lebih lanjut atau stroke.
Pada pembedahan enarterektomi, endapan lemak (ateroma) di dalam arteri dibuang. Pembedahan ini memiliki resiko terjadinya stroke sebesar 2%. Pada sumbatan kecil yang tidak menimbulkan gejala sebaiknya tidak dilakukan pembedahan, karena resiko pembedahan tampaknya lebih besar.











ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. J DENGAN STROKE NON HAEMMORHAGIC
DI RUANG PERAWATAN SERUNI (RUANG SYARAF)
RSUD ULIN BANJARMASIN



I. DATA DEMOGRAFI

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SM
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tukang Kayu ( Buruh )
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Jln. manggis Pasar Batuah Banjarmasin, Kelurahan Kuripan, Kecamatan Banjar Timur.
Tanggal wawancara : 13 Juni 2002
Tanggal MRS : 13 Juni 2002
Nomor RMK : 45 86 37
Diagnosa Medis : Stroke Non Haemmorhagic

B. IDENTITAS PENANGUNG JAWAB
Klien menggunakan KS.

II. POLA FUNGSIONAL

A. PERSEPSI KESEHATAN DAN PENANGANAN KESEHATAN
1. Keluhan Utama:
Bicara pelo dan tidak bisa menggerakkan anggota badan sebelah kiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (sesuai PQRST):
Sejak selasa sore sehabis kerja ( jam 15.30 ) sehabis nonton TV tiba – tiba klien bicaranya menjadi pelo, kemudian jam 18.00 di bawa ke RS Ulin dan di rawat di ruang PDP pad hari kamis pada saat hendak kembali ke tempat tidur, di wc klien tidak dapat berdiri, kaki kiri dan lengan kiri terasa lemah kemudian klien di konsulkan ke ruang syaraf dan akhirnya di rawat di ruang syaraf.

3. Penggunaan Obat Sekarang:
 Infus RL 20 tetes/menit.
 Nicholin 3 x 100 mg
 Mertigo 3 x 1
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak pernah masuk RS dan klien tidak mempunyai riwayat penyakit menular, keturunan dan penyakit lainnya.
Upaya pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit: pasien berobat ke mantri atau puskesmas.
Pasien tidak pernah menjalani prosedur tindakan bedah. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit pada masa anak-anak.
5. Kebiasaan :
Kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti merokok tidak pernah dilakukan pasien.
Riwayat pemakaian alkohol tidak pernah.
6. Riwayat Penyakit Keluarga:
Didalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga menderita hypertensi yaitu isteri pasien.
7. Riwayat Sosial
Hubungan dengan keluarga dan tetangga di sekitar rumah baik ditandai dengan banyaknya amgota keluarga yang menuggui pasien serta tetangga yang datang membesuk.

B. POLA NUTRISI-MATABOLIK
1. Masukan Nutrisi Sebelum Sakit:
Frekuensi makan 3 x sehari, dengan jenis makanan: nasi biasa, lauk pauk berupa ikan, tahu, tempe, telur dan sayur. Jenis minuman yang diminum: air teh dan air putih. Makanan pantangan : daging, ikan asin.
Kudapan/makanan untuk sore hari : kue.
2. Saat Sakit
Selama dirawat di RS, frekuensi makan pasien 3 x sehari, dengan diet BBDM. Jenis minuman air putih. Nafsu makan normal, tidak ada disfagia.
Keadaan gigi partial atau sudah banyak yang tanggal. Pasien tidak menggunakan gigi palsu (protesa).
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir: tetap.
Riwayat penyembuhan/kulit tidak ada masalah (normal).


3. Pemeriksaan Fisik:
a. Pemeriksaan tanda vital
Tinggi Badan : 158 cm.
Berat Badan : 47 kg.
b. Kulit
Warna kulit normal, tidak pucat, cyanosis maupun ikterik tidak ditemukan. Suhu 36oC. turgor baik, kembali kurang dari 2 detik. Tidak ditemukan adanya edema, lesi maupun memar. Luka tirah baring (dekubitus) tidak ditemukan.
c. Rambut dan kulit Kepala
Keadaan rambut kering dan tebal. Sebagian besar rambut sudah mulai beruban.
d. Mulut
Keadaan kebersihan (hygiene) mulut bersih. Keadaan gusi normal. Keadaan lidah, mucosa tampak kering, tonsil dalam keadaan normal dan pasien dapat berbicara walaupun pelo. Gigi sudah banyak yang tanggal. Pasien tidak memakai gigi palsu.

e. Abdomen
Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba.
f. Temuan laboratorium
Darah : Hb : 11,9 gr%.
Leukosit : 11.200/mm3.
LED : 40 mm/jam I, 68 mm/jam II.
hitung jenis : Bas : 0, Eos : 0, Seg : 80, Limfo : 19, Mono : 0.
Kimia darah :
Gula darah puasa: 92 mg/dl.
Cholesterol : 150 mg/dl.
SGOT : 27 mg/dl.
SGPT : 31mg/dl.
Tryseligerida : 86 mg/dl
Urea : 29 mg/dl.
Urea nitrogen : 13 mg/dl.
Creatinin : 0,7 mg/dl.
Asam urat : 4,0 mg/dl
CT SCAN :
Terjadi trombosis pad ventrikel dektra yang bersifat akut.

C. POLA ELIMINASI
1. Feses
Kebiasaan defekasi : 1 kali sehari, selama dirawat frekuensi BAB 1 x sehari. Masalah tidak ditemukan.
a. Abdomen
Struktur simetris. Frekuensi bising usus : 10 x/menit (normal: 8-12 x/menit). Tidak ditemukan/teraba adanya distensi.
b. Rektum
Tidak ditemukan adanya lesi.

2. Urine
Frekuensi BAK 3-4 x/hari, klien tidak menggunakan alat bantu, masalah tidak ada.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Ginjal
Ginjal tidak teraba, nyeri ketuk tidak ada.
b. Blast
Tidak teraba adanya distensi.

4. Laboratorium
Urinalisa :
- Warna : kuning jernih
- Kejernihan : jernih
- Urobilin : Normal
- Leokosit : 0-2 /lbp
- Eritrocyt : 1-2 /lbp
- Epithel : +

D. POLA AKTIVITAS - LATIHAN
Kemampuan perawatan diri:
0 = Mandiri.
1 = Alat Bantu.
2 = Dibantu oleh orang lain.
3 = Dibantu oleh orang lain dan alat.
4 = Tergantung secara total.

AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi 
Berpakaian/Berhias 
Toileting 
Mobilitas di TT 
Berpindah 
Ambulasi 
Naik tangga
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan kesehatan 
Penggunaan alat bantu : ada, yaitu pispot.
1. Pemeriksaan Fisik:
a. Pernafasan/Sirkulasi:
Tekanan darah : 120/80 mmHg.
Nadi : 80 x/menit.
Respirasi : 22 x/menit.
Kualitas pernafasan normal (reguler), tidak terdapat batuk, bunyi nafas normal (vesikuler). Tidak ditemukan adanya kelainan berupa Wheezing, ronchi kering maupun ronkhi basah.
b. Muskuloskeletal:
Rentang gerak pasien terbatas, terdapat hemiparetik pada ekstremitas sinistra.
Tonus otot N 
N 
Hipotonik pada ekstrmitas sinitra  lesi LMN.

Kekuatan otot :
SKALA KETERANGAN
0 Paralisis Total.
1 Masih ada kontraksi.
2 Gerakan mungkin bila gravitasi dihilangkan.
3 Gerakan dapat melawan gravitasi.
4 Gerakan terjadi seperti menahan. Gravitasi dan tahanan ringan.
5 Normal
Tabel Skala Kekuatan Otot


Ektremitas:
- Pemeriksaan fungsi motorik:
M 5 1
5 1
- Genggaman tangan: miotonia pada bagian kiri.
- Pemeriksaan sistem sensorik :
- Tes nyeri : + ( menurun )
- Tes temperatur : + ( menurun )
- Tes fibrasi : + ( menurun )
- Tes Periposeptif : + ( menurun )
- Tes Raba Halus : + ( menurun )
- Tes refleks:
RF = BHR 0 
TFR 0 

APR 0 
KPR 0 

- - -
BHR - - -
- - -
- Tes Fungsi Persyarafan:
1. Kaku kuduk : (-).
2. Tanda kernig : (-).
3. Tanda Brudzinski: (-).
4. Babinski : (-).

E. POLA KOGNITIF-KONSEPTUAL
1. Pendengaran
Pendengaran dalam batas normal. Dalam berkomunikasi pasien dapat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh perawat/dokter.
2. Penglihatan
Mata simetris kiri dan kanan, kebersihan mata bersih, alis mata tebal, kemampuan menggerakan alis mata baik (normal). Konjungtiva tidak anemis, benjolan tidak teraba. Pada pupil isokor. Reflek terhadap cahaya (+/+) miosis. Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan berupa kaca mata.
3. Status Mental :
Kesadaran : compos mentis, dengan GCS: 4,5,6.
Bicara normal, pasien dapat berbicara walaupun agak terbata-bata ( pelo )/disatria. vertigo kadang – kadang.
4. Pemeriksaan Nervus I s.d XII
- Nervus I (N. Olfactorius):
Pasien dapat membedakan bau alkohol dan minyak angin. Pada kedua hidung.
- Nervus II (N. Optikus):
Pasien dapat mengenai keluarga.
- Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusent):
Pupil berbentuk isokor, reguler, tidak ada ptosis, tidak ditemukan edema, pupil mengecil dan kembali jika terkena cahaya, tak ada pembatasan gerak mata.
- Nervus V (N. Trigeminus):
Sensibilitas wajah baik, pasien dapat merasakan rabaan.
- Nervus VII (N. Fasialis):
Pasien dapat mebedakan nyeri , rabaan, kontraksi masester lemah, reflek rahang ada tapi lmbat terdapat penurunan sudut mulut.
- Nervus VIII (N. Akustikus):
Pasien dapat mendengarkan bunyi gesekan rambutnya.
- Nervus IX (N. Glossofaringeus):
Ada refleks muntah ketika spatel disentuhkan pada posterior faring.
- Nervus X (N.Vagus):
Ovula berada di tengah.
- Nervus XI (N. Asesorius):
Dapat mengangkat bahu (massa otot trapezius baik).
- Nervus XII (N. Hipoglosus):
Tidak ada atrofi, tidak ada fasikulasi, posisi lidah mengarah ke kiri.

F. POLA TIDUR-ISTIRAHAT
1. Kebiasaan tidur dalam sehari ± 7-8 jam.
Tidur siang : kadang-kadang (± 1 jam).
Tidur malam : Pukul: 22.00-05.00 (± 7 jam).
Pasien merasa segar bila bangun tidur. Masalah tidur tidak ada.
2. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum pasien composmentis, pasien tampak lemah, lingkaran hitam di sekitar mata tidak ditemukan.

G. POLA PERSEPSI/KONSEP DIRI
1. Masalah utama mengenai perawatan di RS / Penyakit (Finansial/perawatan):
Tidak ada masalah dalam hal finansial/perawatan karena biaya perawatan/pengobatan di rumah sakit sepenuhnya dibiayai oleh dengan kartu sehat. Selain itu pasien sering ditunggui oleh anak-anaknya yang menunggui secara bergantian.
2. Keadaan Emosional:
Keadaan emosional pasien stabil, pasien adalah orang yang suka humor.
3. Kemampuan adaptasi:
Pola adaptasi pasien baik, ditandai dengan pasien dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di RS. Pasien sering berbagi pengalaman dengan pasien lain di sebelahnya.
4. Konsep Diri: baik.
Pasien mampu menerima keadaan dirinya walaupun sedikit ccemas dengan sakitnya.

H. POLA PERAN HUBUNGAN
Kepedulian keluarga terhadap pasien baik ditandai dengan adanya keluarga yang menunggui pasien selama dirawat RS dan keluarga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan.

I. POLA SEKSUALITAS
Tidak dikaji.

J. POLA KOPING - TOLERANSI STRESS
1. Kemampuan adaptasi: baik.
2. Cara mengambil keputusan: dibantu oleh keluarga.
3. Koping terhadap masalah :
Apabila pasien mempunyai/mengalami masalah, pasien biasanya memecahkan masalahnya tersebut dengan jalan bermusyawarah bersama anggota keluarga yang lain (anak-anaknya).

K. POLA NILAI-KEPERCAYAAN
Tidak ada pembatasan religius dan tidak meminta kunjungan pemuka agama.































III. ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

1.
DS: - Klien mengatakan lengan dan tungkai kirinya tidak dapat di gerakkan.
- Klien mengatakan kadang – kadang pusing dan vertigo.
DO: - Pasien mengalami hemiparese sinistra.
- Kekuatan lengan dan tungkai menurun.
- Kekuatan lengan dan tungkai kiri ( 1 ).
- Penurunan dalam rasa dan refleks.
- LED 40 mm/jam I, 60 mm/jam II.
- Hasil CT SCAN terdapat trombosis pada hemisfer kanan.
-
Interupsi aliran darah sekunder terhdap adanya trombosis.
Gangguan perfusi jaringan serebral.

2. DS: - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun, duduk apalagi berdiri.
- Klien mengatakan lengan dan tungkainya lemah saat di gerakkan.

DO: - Kekuatan lengan dan tungkai klien ( 1 ).
- Rentang gerak pada lengan dan tungkai kir terbatas.
- Aktifitas klien di bantu oleh isterinya.
- Sensasi dan refleks menurun.



Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap hemiparese
Kerusakan mobilitas fisik.
3. DS : - Klien mengatakan ia susah bicara.



DO: - Bicara klien terdengar pelo.
- Posisi lidah agak ke kiri Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap kelemahan. Kerusakan komonikasi verbal
4. DS : - Klien mengatakan kaki kiri dan lengan kirinya lemah.
- Sebagian aktifitas klien di bantu oleh isteri.
- Klien tampak lemah.

DO: - Motorik dan refleks klien menurun dari normal.
- Aktifitas klien terbatas. Perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap perubahan mobilitas. Resiko cedera

























IV. DAFTAR MASALAH

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MUNCUL TANGGAL TERATASI
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d Interupsi aliran darah sekunder terhadap adanya trombosis d/d
- Klien mengatakan lengan dan tungkai kirinya tidak dapat di gerakkan.
- Klien mengatakan kadang – kadang pusing dan vertigo.
- Pasien mengalami hemiparese sinistra.
- Kekuatan lengan dan tungkai menurun.
- Kekuatan lengan dan tungkai kiri ( 1 ).
- Penurunan dalam rasa dan refleks.
- LED 40 mm/jam I, 60 mm/jam II.
- Hasil CT SCAN terdapat trombosis pada hemisfer kanan.
13-06-2002
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap hemiparese d/d :
- Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun, duduk apalagi berdiri.
- Klien mengatakan lengan dan tungkainya lemah saat di gerakkan.
- Kekuatan lengan dan tungkai klien ( 1 ).
- Rentang gerak pada lengan dan tungkai kir terbatas.
- Aktifitas klien di bantu oleh isterinya.
- Sensasi dan refleks menurun. 13-06-2002
3. Kerusakan komonikasi verbal b/d Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap kelemahan d/d :
- Klien mengatakan ia susah bicara.
- Bicara klien terdengar pelo.
- Posisi lidah agak ke kiri 13-06-2002 21-06-2002
4. Resiko cedera b/d Perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap perubahan mobilitas d/d :
- Klien mengatakan kaki kiri dan lengan kirinya lemah.
- Sebagian aktifitas klien di bantu oleh isteri.
- Klien tampak lemah.
- Motorik dan refleks klien menurun dari normal.
- Aktifitas klien terbatas. 13-06-2002 -

V. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi Rasionalisasi

1.
I
Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi motorik, kognitif, motorik, sensorik dan kestabilan tanda vital.
1. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi jaringan.
2. Pantau dan catat status neurologysesering mungkin dan badingkan dengan yang normal.
3. Pantau tanda – tanda vital.
4. Letakkan kepala dalam posisi datar dan dalam posisi anatomis.
5. Pertahankan keadaan tirah baring.
6. cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.
7. Berikan oksigen sesuai dengan indikasi.
8. Berikan obat – obatan sesuai dengan indikasi.
9. Hindari fleksi dan rotasi leher.
1. Mempengaruhi penetapan intervensi sesuai dengan keadaan.
2. mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK serta mengetahui resolosi SSP.
3. Variasi mungkin terjadi oleh trauma cerebral akibat kerusakan vaso motor otak.
4. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainage.
5. Aktifitas dan stimylasi kontinu dapat meningkatkan tekanan TIK.
6. Manuver valsava dapat meningkatkan TIK.
7. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan tekanan meningkat sehingga terbentuk odema.

2.
II
Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang di buktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdroop serta meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau terkompensasi.
1. Kaji kemempuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur.
2. Ubah posisi minimal tiap 2 jam.
3. Lakukan latihan rentang gera pasif dan aktif.
4. Sokong ektrimitas pada posisi fungsionalnya.
5. tinggikan tangan dan kepala.
6. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk.

7. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda ynag lainnya.
8. Inspeksi daerah kulit yang menonjol.
9. konsultasikan dengan ahli fisiotherapy.
1. Mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan yang membantu dalam pemilihanintervensi.
2. Menurunkan resiko trauma / iskemia jaringan.
3. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.
4. Mencegah kontraktur dan memfasilitasi fungsinya.
5. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terjadinya edema.
6. Membantu melatih kembali jaras syaraf, meingkatkan respon prioseptik dan motorik.
7. jaringan yang terkene edema lebih mudah terkena trauma.
8. Resiko terjadi iskemia yang menyebabkan decubitus.
9. Pengembangan program khusus untuk menemukan kebutuhan yang berarti.

3.
III
Komonikasi verbal dapat kembali normal.
1. Kaji tipe / derajat disfungsi atau kesulitan bicara.
2. Perhatikan kesalahan dalam komonikasi dan berikan umpan balik.
3. Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana.
4. Tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda / barang.
1. Menentukan daerah dan derajat kerusakancerebral yang terjadi dan kesulitan klien dalam berkomonikasi.
2. Klien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari komonikasi yang dikeluarkannya tidak nyata.
3. Membantu penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik.
4. Menentukan penilaian terhadap kerusakan motorik.

4.
IV
Mencegah terjadinya cedera fisik.
1. Lakukan tidakan mengurangi bahaya lingkungan seperti :
- Orientasikan klien dengan lingkungan.
- Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dan pengaman terpasang.
- Berikan pencahayaan yang adekuat pada setiap area.

- Letakkan alat perabot pada jarak yang mudah di jangkau.
2. Mengkaji ektrimitas setiap hari terhadap cedera yang tidak terdeteksi.
3. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit di lemaskan dengan lotion.
4. kurangi faktor resiko yang berkenaan dengan penggunaan alat bantu.
- Kaji ketepatan penggunaan alat.
- Kaji alat terhadap kebocoran dan kondisinya.
- Konsul dengan ahli therapy untuk latihan pustur.
1. Penekanan terhadap keamanan menurunkan resiko terjadinya cedera.
2. Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu dan cedera.
3. Penggunaan alat bantu yang tidak tepat dapat menyebabkan regangan atau jatuh.

















VI. CATATAN PERKEMBANGAN
NO. HARI/ TANGGAL DIAGNOSA PERKEMBANGAN TANDA TANGAN

1.
Jumat,
29-03-2002
Pukul:
10.00 Wita.
I
S: - Pasien mengatakan sudah tidak pusing lagi.
O: - TD: 140/100 mmHg
- N: 80 x/menit.
- Resp: 16 x/menit.
- Hemiparese sinistra
A: Perubahan perfusi serebral dapat diminimalkan.
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,5,6.
I : Melanjutkan intervensi:
1. Memantau/ mencatat status neurologis.
2. Memantau TD.
3. Mengevaluasi keadaan pupil.
5. Mengatur posisi kepala pada posisi agak ditinggikan.
6. Mempertahankan posisi tirah baring, menciptakan lingkungan yang tenang.
E : - GCS: 4,5,6.
- TD: 140/100 mmHg.
- Resp: 16 x/menit.
- Nadi: 80 x/menit.
- Pasien dapat baring kiri dan kanan.
- Berkolaborasi pemberian obat:
- Nicholin 1 x 500 mg.
- Alinamin F
1x1 ampul/IV

2.
Jumat,
29-03-2002
Pukul:
10.30 Wita
II
S: Keluarga pasien mengatakan pasien sudah mulai banyak makan.




- Keluarga pasien mengatakan sudah dapat minum ½ gelas.
O: - Makanan dapat dihabiskan ½ dari porsi yang di-sediakan.
- Setelah menelan pasien tidak lagi memegangi lehernya.
A: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat diminmalkan.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4.
I : 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam mengunyah dan menelan makanan dan minuman.
2. Meninggikan kepala pada tempat tidur selama makan.
3. Memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
4. Meningkatkan upaya untuk dapat menelan dengan mudah disertai dengan makan pisang atau minum air dan menstimulasi bibir untuk membuka/ menutup.
E : - Pasien dapat mengunyah makanan dengan perlahan.
- Pasien dapat menghabiskan ½ bagian dari porsi yang disajikan.



3.
Jumat,
29-03-2002
Pukul 13.00 Wita.
III
S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun ataupun duduk tanpa bantuan.
- Keluarga mengata- kan bahwa semua aktifitas pasien seperti makan, minum, BAK dan BAB dibantu.
O : - Pasien hanya dapat berbaring ke kiri dan ke kanan.
- aktifitas untuk duduk dibantu.
- Makan dan minum dibantu/disuapi.
A : Kerusakan mobilitas fisik belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5.
P : 1. Mengkaji derajat imobilisasi dengan skala ketergantungan.
2. Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.
3. Melakukan latihan ROM aktif maupun pasif.
4. Menempatkan bantal di daerah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
5. Membantu mengembangkan keseimbangan duduk/bantu duduk di sisi tempat tidur.
E : - Skala ketergantungan: 4.
- Tidak ada tanda-tanda luka tirah baring.
- Ekstremitas kiri atas dan bawah masih terjadi kelemahan tonus otot.

4. Jumat,
29-03-2002
Pukul: 13.30 Wita IV S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien masih terpasang kateter.
- Pasien mengatakan masih belum dapat mengontrol refleks berkemih.
O : - Pasien masih terpasang kateter.
A : Inkontinensia refleks belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3.
I : 1. Mengkaji pola ber-kemih.
2. Mempalpasi adanya distensi kandung kemih.
3. Mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi seperti awan, darah atau bau tidak enak pada urine.
E : - Pasien masih terpasang kateter.
- Jumlah urine 750 cc.
- Distensi kandung kencing tidak ada.
- Tanda infeksi tidak ada.
5. Sabtu,
30-03-2002
Pukul: 15.30 Wita. II S : - Pasien mengatakan sudah mulai dapat makan banyak.
- Pasien mengata- kan minum ½ gelas belimbing.
O : - Makanan dapat di habiskan ½ porsi dari yang disedia-kan.
A : Perubahan nutrisi dapat diatasi.
P : Hentikan intervensi.
I : -

6. Sabtu,
30-03-2002
Pukul; 16.00 Wita. III S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa semua aktifitas pasien seperti makan, minum, BAK dan BAB masih dibantu.
O : - Pasien hanya dapat berbaring ke kiri dan ke kanan.
- Pada ekstremitas sinistra bagian atas dan bawah masih hemiparese.
A : Kerusakan mobilitas fisik belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5.
P : 1. Mengkaji derajat imobilisasi dengan skala ketergantungan.
2. Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.
3. Melakukan latihan ROM aktif maupun pasif.
4. Menempatkan bantal di daerah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
5. Membantu mengembangkan keseimbangan duduk/bantu duduk di sisi tempat tidur.
E : - Skala ketergantungan: 4.
- Tidak ada tanda-tanda luka tirah baring.
- Ekstremitas kiri atas dan bawah masih terjadi kelemahan.

7.
Sabtu,
30-03-2002
Pukul 17.00 Wita.
IV
S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien masih terpasang kateter.
- Pasien mengata- kan masih belum mampu mengontrol refleks berkemih.
O : - Pasien masih menggunakan kateter.
A : Inkontinensia refleks belum dapat diatasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3.
P : 1. Mengkaji pola berkemih.
2. Melakukan palpasi adanya distensi pada kandung kemih.
3. Mengobservasi adanya tanda infeksi.
E : - Pasien masih menggunakan kateter.
- Tidak ada distensi kandung kemih.
- Tanda infeksi tidak diemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar