Jumat, 15 Januari 2010

Komplikasi Intrakranial Otitis Media

I.PENDAHULUAN

Otitis media adalah radang atau infeksi pada daerah telinga tengah. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif ( otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media effusi ). Ditinjau dari perlangsungannya, masing-masing golongan memiliki bentuk akut dan kronis. Bila keadaan akut dari otitis media tidak ditangani dengan baik atau tidak diobati dengan tuntas, maka akan berkembang menjadi kronik. Pada keadaan ini tidak hanya dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran, melainkan juga dapat mengakibatkan komplikasi sehingga terjadi juga gangguan di tempat lain.(1,2,3)
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat tuba Eustachius. Saat bakteri melalui tuba Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di daerah tuba sehingga terjadi pembengkakan di sekitar tuba, tersumbatnya tuba, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar tuba Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.(1,2,3,4)
Komplikasi dari otitis media secara umum dibagi menjadi dua, yaitu intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari parese nervus fasiali, labirintitis, abses subperiosteal, dll. Sedangkan komplikasi intrakranial terdiri dari, abses subdural, abses epidural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, dan hidrosefalus otitis. (3,4,5)
Penanganan komplikasi otitis media haruslah mencakup dua hal, yaitu penanganan yang efektif terhadap komplikasinya dan penanganan terhadap penyebab primernya. Penanganan dengan menggunakan antibiotika dosis tinggi haruslah diberikan secepatnya. Selain itu penanganan secara operatif juga haruslah dipertimbangkan untuk mengeliminasi penyebab primernya.(1,5,6)

II.ANATOMI TELINGA TENGAH
Telinga tengah terdiri dari :(3)
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
Membran Timpani
Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke depan dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo ke depan bawah tampak refleks cahaya ( cone of light).(1,3)
Permukaan luar dari membrana timpani dipersarafi oleh cabang n. aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam dipersarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal.(1,3)
Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm.(1,3)

1.Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : (1,3)
2.bagian atap/batas atas adalah tegmen timpani (meningen/otak)
3.Bagian lantai/batas bawah adalah vena jugularis (bulbus jugularis )
4.Dinding lateral/batas luar adalah membran timpani
5.Dinding medial/batas dalam berturut-turut dari atas kebawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar ( round window ), dan promontorium
6.Dinding anterior/dinding depan adalah tuba eustachius
7.Dinding posterior/dinding belakang adalah aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu (3,9)
a)Epitimpanum.
b)Mesotimpanum
c)Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus
Pada kavum timpani terdapat :
a)Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
b)Dua otot.
c)Saraf korda timpani.
d)Saraf pleksus timpanikus.
Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :(3)
1.Malleus ( hammer / martil).
2.Inkus ( anvil/landasan)
3.Stapes ( stirrup / pelana)

Vaskularisasi Kavum Timpani
Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi kavum timpani adalah arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar pembuluh darah yang menuju kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis eksterna.(3)
Pada daerah anterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika anterior, yang merupakan cabang dari a. maksilaris interna yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpanika. Pada daerah posterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika psoterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a. stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat vaskularisasi dari cabang a. meningea media juga a. petrosa superior, a. timpanika superior dan ramus inkudomalei.(3)
Pembuluh vena kavum timpani berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid atau sinus petrosus superior. Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam pembuluh getah bening retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis.(3)

Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.(3)
Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu :
1.Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2.Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.(3)

Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. (3)

III.INSIDEN
Di amerika serikat dilaporkan kasus Otitis media sering terjadi pada anak-anak antara periode neonatal sampai sekitar umur 7 tahun, dengan hampir 70 % dari anak-anak tersebut mengalami 1 atau lebih episode sampai ulang tahun mereka yang ketiga. Dan tidak ada perbedaan jenis kelamin yang rentan terhadap komplikasi ini.(10,11)
Keseluruhan insidens dari semua komplikasi otitis media telah menurun sejak di dilakukan pengobatan efektif dengan antibiotik. Sebagai contoh, pada saat era preantibiotik, insiden mastoiditis mengharuskan penatalaksanaan bedah sebesar 25-50 %. Pada tahun 1980an, insidens menurun hampir 0,02%. Pada tahun 1995, kangsaranak et al. melakukan penelitian terhadap 24,321 pasien dengan otitis media. Daeri hasril penelitiannya menunjukkan komplikasi intracranial rata-rata 0,36%. (10,11)
Pada saat era preantibiotik, angka mortalitas dari komplikasi intrakranial otitis media dilaporkan sekitar diatas 76,4%. Penelitian terbaru melaporkan dari 24,321 pasien yang menderita komplikasi intrakranial akibat otitis media menunjukkan angka mortalitas sekitar 18,4 %.(10,11)

IV.ETIOLOGI
Streptococcus pneumoniae, nontypeable Haemophilus influenzae, and Moraxella catarrhalis adalah patogen tersering yang menyebabkan otitis media supuratif akut ( OMSA ). Insiden meningkat saat S Pneumoniae resistens terhadap penisilin dan kemungkinan terjadi peningkatan kasus mastoiditis akut juga dilaporkan beberapa penulis.(6,10,11)
Walaupun kurang dari 5% dari otitis media disebabkan oleh H influenza tipe B, organisme ini sering didapatkan pada pasien anak-anak dengan meningitis atau Infeksi CNS yang lain yang berhubungan dengan otitis media. (6,10,11)
Bacteroides fragilis sering didapatkan pada mastoiditis yang berhubungan dengan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK ) (11)
Khas abses intrakranial adalah polimikroba, dengan predominan organisme anaerobik seperti spesies Bacteroides. Organisme gram negatif seperi Proteus mirabilis dan P aeruginosa sering didapatkan pada komplikasi intrakranial. Streptococcus faecalis adalah organisme gram positif yang sering dikultur dari abses intrakranial.(11)

V.PATOGENESIS
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan terjadinya penjalaran infeksi ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama tersebut adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran pernapasan, mampu melokalisasi infeksi yang terjadi. Bila sawar tersebut runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, yaitu suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. (1,11)
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga akan terbentuk yaitu jaringan granulasi. Penyebaran otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut biasanya melalui tromboflebitis (hematogen), sedangkan pada kasus yang kronis penyebarannya melalui erosi tulang. Cara penyebaran yang lain adalah melalui jalan yang telah ada sebelumnya, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik, dan duktus endolimfatik.(1)
Baik akut maupun kronik, ada beberapa kemungkinan jalur yang dilalui untuk sampai di organ target, yaitu: (12)
a.Perluasan melalui tulang yang mengalami demineralisasi pada infeksi akut, atau tulang yang diresorpsi oleh kolesteatom atau osteitis pada penyakit kronis.
b.Penyebaran infeksi dengan vena-vena kecil yang melalui tulang dan dura ke sinus venosus – lateral dan petrosal superior – dan ke dalam struktur intrakranial.
c.Melalui jalur anatomi normal, foramen ovale atau melingkar ke dalam meatus akustikus internus, koklea, dan aquaductus vestibularis.
d.Melalui anatomi yang tidak normal, yaitu defek tulang yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, atau oleh erosi neoplasma.
e. Melalui akibat dari pembedahan lain, misalnya pada operasi stapedectomy.
f.Kedalam jaringan otak sepanjang celah periarteolar.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan (3,6)
1.Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2.Menembus selaput otak.
3.Masuk kejaringan otak.

Penyebaran ke selaput otak
Penyebaran ke selaput otak dapat terjadi akibat dari beberapa faktor; melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi. Labirin juga dapat dianggap sebagai jalan penyebaran yang sudah ada begitu telah terinfeksi, menyebabkan mudahnya infeksi ke fosa kranii media. Jalan lain penyebaran ialah melalui tromboflebitis vena emisaria menembus dinding mastoid ke dura dan sinus durameter. Tromboflebitis pada susunan kanal haversian merupakan osteitis atau osteomielitis dan merupakan faktor utama penyebaran menembus sawar tulang daerah mastoid dan telinga tengah.(3,6,13)

Penyebaran menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka, dan ruang subdura yang berdekatan terobliterasi.(3,6,13)

Penyebaran ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir didaerah vaskular subkortek.(3,6,13)

VI.KLASIFIKASI
Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan, tetapi dasarnya tetap sama. Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow dalam bukunya membagi komplikasi ini menjadi dua yaitu komplikasi intrakranial dan intratemporal.(5)
a.Komplikasi intrakranial meliputi:
1.Meningitis
2.Abses subdural
3.Abses ekstradural
4.Trombosis sinus lateralis
5.Abses otak
6.Hidrosefalus otitis
b.Komplikasi intratemporal meliputi :
1.Facial paralisis
2.Labirintitis
3.Abses Subperiosteal

Komplikasi intrakranial
a.Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza, koliform, atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal.(1,6)
b.abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis interna. Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap keadaan gawat darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan pembedahan segera untuk mencegah kematian. Efusi purulen terkumpul dengan cepat di ruang sub dura pada seluruh belahan otak ipsilateral meluas ke arah atau ke dalam falks serebri. Reaksi tubuh dapat menyebabkan timbulnya sekat-sekat atau obliterasi akibat perlengketan dura ke pia-arakhnoid.(1,6,13)
c.abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan tulang yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Pada otitis media supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatom. Abses epidural jika tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan meningitis, trombosis sinus sigmoid dan abses otak (lobus temporal atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena(1,6,13)
d.tromboflebitis sinus lateral
Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang sigmoid akan menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis. Jalur utama yaitu melalui erosi tulang akibat mastoiditis dan kolesteatoma dengan pembentukan jaringan granulasi perisinus atau abses. Kondisi ini menginduksi peradangan pada dinding luar sinus dural. Infeksi mencapai dinding dalam sinus, terbentuk trombus mural yang membesar secara progresif. Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan retrograd kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke daerah sinus cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi(1,6,13)
e.abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus temporal di fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan langsung infeksi telinga atau tromboflebitis. Suatu abses epidural biasanya terbentuk mendahului abses otak. Serebritis lokal (ensefalitis), menyebabkan timbulnya nekrosis dan liquefaksi, dimana pada dindingnya terbentuk fibrosis dan jaringan granulasi. Abses dapat mengalami ruptur ke daerah ventrikel dan rongga subarachnoid, akibatnya terjadi meningitis dan berakhir dengan kematian. Pada umurnnya organisme penyebab abses sangat beragam, diantaranya yaitu dari spesies streptokokus dan stapilokokus, bakteri gram negatif seperti pseudomonas, proteus dan Escherichia coli serta bakteri -bakteri anaerob.(1,6,13)
f.hidrosefalus otitis.
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan cairan serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.(1,6,13)

VII.GAMBARAN KLINIS
Penampilan sekret yang dikeluarkan juga diperhatikan. Sekret yang berwarna hijau kebiruan menandakan Pseudomonas sebagai kuman penyebab, sekret yang kuning pekat sering kali disebabkan oleh Staphylococcus, dan sekret yang berbau busuk sering kali mengandung kuman anaerob.(14)
Pengenalan yang baik terhadap suatu penyakit telinga merupakan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan otoskopi tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal, atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah proyektil, serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial.(14)
Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti keluar hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.(14)
Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan rusaknya dinding mastoid, tetapi untuk lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT scan. Terdapatnya erosi tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT scan berfaedah untuk menentukan letak lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan efektif.(14)

a.Meningitis
Terjadinya meningitis biasanya dibagi menjadi tiga stadium: serosa, seluler, dan bakterial. Pada waktu organisme menyerang, dan menginvasi ruang subaraknoid, pia arachnoid akan bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal. Secara klinik hal ini ditandai dengan gejala antara lain nyeri kepala ringan, demam ringan , gelisah, dan tanda positif ringan suatu rangsangan meningeal. Tanda-tanda tersebut adalah kaku kuduk, yang derajatnya bisa ringan sampai hiperekstensi leher yang kaku: tanda kernig yaitu ketidak mampuan mengekstensikan tungkai dalam posisi sendi paha yang fleksi akibat rasa nyeri di punggung dan tanda brudzinski yaitu fleksi sendi lutut waktu kepala pasien dicoba difleksikan.(2,6)
Perjalanan penyakit dapat terhenti pada stadium ini atau berkembang terus ke stadium seluler dengan efusi leukosit ke dalam cairan spinal, terjadi peninggian kadar protein, dan penurunan kadar klorida dan glukosa. Nyeri kepala bertambah, muntah-muntah dan hiperiritabilitas serebral, dengan periode delirium, bingung, dan mengantuk kemudian timbul fotofobia, dan menarik diri dari stimulasi sentuhan. Demam terus meninggi mencapai 39 sampai 400 C biasanya dengan nadi yang lambat.(2,6)
Stadium bakterial terjadi pada waktu terlihat jelas ada nanah di cairan spinal. Hal ini ditandai dengan bukan saja ditemukannya kuman di dalam cairan atau kultur, tetapi juga dengan menurunnya kadar glukoa cairan spinal yang kadang-kadang sampai nol, akibat digunakan oleh bakteri. Hiperiritabilitas akan berlanjut menjadi somnolen dan koma. Opistotonus sering kali terjadi pada stadium lanjut ini, terutama pada anak.(2,6)
b.Abses subdural
Gejala klinis dapat berupa demam, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran sampai koma pada pasien OMSK. Gajala kelainan SSP dapat berupa kejang, hemiplegia dan pada pemeriksaan terdapat tanda kernig’s sign positif. (2,6)
c.Abses ekstradural
Gejalanya terutama berupa nyeri telinga dan kepala yang berat. Dengan foto rontgen mastoid yang baik terutama posisi schuller, dapat dilihat kerusakan di lempeng tegmen (tegmen plate) yang menandakan tertembusnya tegmen. Pada umumnya abses ini baru diketahui pada waktu operasi mastoidektomi.(2,6)
d.Tromboflebitis sinus lateralis
Demam yang tidak dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda pertama dari infeksi pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh turun naik, tetapi setelah penyakit menjadi berat didapatkan kurve suhu yang naik turun dengan sangat curam disertai dengan menggigil. Kurve suhu demikian menandakan adanya sepsis. Rasa nyeri biasanya tidak jelas, kecuali bila sudah terdapat abses perisinus.(2,6)
e.Abses otak
Gejala umum abses serebri adalah gejala proses desak ruang ditambah gejala infeksi. terjadi peningkatan tekanan intrakranial disertai gejala mual, sakit kepala dan muntah, somnolen dan rasa bingung kadang-kadang disertai dengan delusi dan halusinasi.Pada kasus yang progresivitas penyakitnya berlangsung cepat, dapat terjadi herniasi tentoria, atau herniasi tonsil serebelum Yang ditandai dengan fiksasi dan dilatasi pupil, dan akhirnya paralisis pernafasan. Gejala fokal akan bervariasi tergantung daerah dan tingkat penyakit. Tanda dari abses temporal tergantung dari apakah sisi yang dominan terkena. Abses lobus temporal sisi dominan biasanya disertai afasia partial atau total. (1,2,6)
Gejala dan tanda dari suatu abses serebelum dapat sedikit sekali, meskipun pada abses yang sangat besar. Tanda yang paling khas adalah nistagmus, inkoordinasi dan hilangnya tonus otot. Nistagmus serebelar adalah nistagmus yang spontan, lambat dan kasar. Disdiodokokinesis juga ditemukan pada sisi yang terkena. (1,2,6)
Gejala lain yang menunjukan adanya toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta letargi. Selain itu, sebagai tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta kejang.(1)
f.Hidrosefalus Otitis
Gejala berupa nyeri kepala hebat yang menetap, diplopia. pandangan yang kabur, mual dan muntah Keadaan ini diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis yang mengakibatkan kegagalan absorbsi liquor serebrospinal oleh lapisan araknoid.(6)

VIII.DIAGNOSIS
Diagnosis komplikasi otitis media ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratorium berdasarkan jenis komplikasi yang terjadi dan hasil pemeriksaan lain yang menunjukkan adanya otitis media baik pemeriksaan roengent, CT-Scan ataupun MRI.(1)
Pada anamnesis ditemukan adanya keluhan berupa:(1)
a.Nyeri kepala hebat, bisa menetap di di daerah parietal ataupun oksipital
b.Nyeri telinga hebat
c.Vertigo
d.Letargi
e.Otore yang persisten
f.Mual, dan muntah proyektil
g.Fotofobia
h.Penurunan kesadaran hingga koma
i.Kejang
j.Infeksi telinga dengan riwayat pengobatan medikasi yang tidak baik.

Pemeriksaan fisis menunjukkan adanya :(1)
a.demam berkaitan dengan adanya perforasi kronis
b.letargi
c.gejala neurologik fokal contohnya ataksia, deficit okulomotor, dan kejang
d.papil edema
e.perubahan status mental
f.meningismus
g.otore
h.vertigo
i.nistagmus spontan berkaitan dengan ketulian sensori neural
j.infeksi pada telinga
k.tanda peningkatan TIK
l.nadi menurun hingga bradikardia
m.edema dan nyeri tekan diatas korteks mastoid
n.pada pemerikasaan otoskopi ditemukan adanya perforasi pada membran timpani.

Pada pemeriksaan dengan otoskopi ditemukan adanya perforasi pada membran timpani. Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan berupa(1)
a.Pemeriksaan darah rutin dan LED
b.Pemeriksaan fungsi pendengaran
c.Tes Vestibuler
d.Pemeriksaan status neurologis
e.Foto roentgen
f.CT-Scan
g.MRI
h.Pungsi lumbal dilanjutkan dengan analisa CSF,Tes diagnostik elektrik
i.Tes fistula
j.Kultur dan tes sensitivitas

IX.PENATALAKSANAAN
Secara umum, pengobatan komplikasi telinga tengah harus mencakup dua hal yaitu penanganan komplikasi yang terjadi dan juga upaya untuk penanganan infeksi primernya. Bila ditemukan adanya ancaman kemungkinan terjadinya komplikasi atau telah ada komplikasi pada stadium dini, maka dilakukan pengobatan seperti penyakit primernya. Terapi awal meliputi pemberian antibiotik dengan spectrum luas dan segera dilakukan tes sensitifitas antibiotik untuk pemberian antibiotik yang lebih tepat. (1,2,6)
Pasien OMSK dengan komplikasi intrakranial harus segera dirawat dan dirujuk ke dokter spesialis saraf, saraf anak, dan atau bedah saraf. Antibiotik dosis tinggi yang dapat menembus sawar otak diberikan secara intra vena selama 7-15 hari dan periksa mikrobiologi sekret telinga. (1,2)
Tindakan selanjutnya yaitu operatif hanya dilakukan atas indikasi tertentu, salah satunya adalah bila tidak ada respon yang baik setelah pemberian terapi medikamentosa.(1)
Berikut ini beberapa tindakan yang dapat dilakukan serta indikasinya :
a.Meningitis
Pengobatan meningitis otogenik ini adalah dengan mengobati meningitisnya dulu dengan antibiotilk yang sesuai, kemudian infeksi di telinganya ditanggulangi dengan operasi mastoidektomi. Tiap kasus meningitis otitik rekurens memerlukan pembedahan yang dapat membasmi infeksi telinga.(1,6,10,13)
b.Abses subdural
Abses subdural merupakan komplikasi berat dan mengancam jiwa yang pengobatannya merupakan tindakan gawat darurat bedah saraf. Dibuat lubang dengan bor di atas dan di bawah tempat yang terkena dan pus yang terkumpul dihisap. Kemudian dilakukan irigasi dengan cairan fisiologik serta dengan larutan antibiotik dan dipasang salir karet agar dapat dilakukan reirigasi berkali-kali.(1,6,10,13)
c.Abses epidural
Pada umumnya abses ini baru diketahui pada waktu operasi rnastoidektomi.Terapi abses epidural adalah operasi. (5,6,10,13)
d.Tromboflebitis sinus lateral
Pengobatan haruslah dengan jalan bedah, membuang sumber infeksi di sel-sel mastoid, rnembuang tulang yang berbatasan dengan sinus (sinus plate) yang nekrotik, atau membuang dinding sinus yang terinfeksi atau nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus harus juga dilakukan drenase sinus dan rnengeluarkan trombus.(5,6,10,13)
e.Abses otak
Pengobatan abses otak ialah dengan jalan operasi, dengan melakukan drainase dari lesi. Mastoidektomi juga dilakukan untuk membuang sumber infeksi. Selain itu, pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Menyusul kesembuhan setelah bedah saraf abses otak, mungkin diperlukan pendekatan gabungan otologi dan bedah saraf untuk mencegah kekambuhan.(6,10,13)
f.Hidrosefalus otitis
Pengobatan berupa pungsi lumbal berulang dan penatalaksanaan infeksi telinga yang menetap. Diduga keterlibatan sinus lateralis rnenyebabkan kegagalan araknoid mengabsorbsi cairan serebrospinal yang terbentuk. (6,10,13)
Perlu diketahui bahwa penatalaksanaan secara medikamentosa tetap dilanjutkan setelah dilakukan penanganan secara operatif. Pada beberapa penderita perlu dilakukan kerjasama dengan bagian Neurologi maupun Bedah Saraf, baik untuk deteksi awal maupun penanganan pasien selanjutnya.(6,13)
X.PENCEGAHAN
Tujuan dari pencegahan ini adalah untuk mengurangi insiden komplikasi lanjut dari otitis media dengan penatalaksanaan efektif terhadap otitis media akut dan kronik, dan pencegahan terhadap timbulnya otitis media supuratif kronik dan
kolesteatoma. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyebaran infeksi dari telinga tengah dan mastoid ke rongga intrakranial; seperti kemampuan menginvasi bakteri, kemanjuran dari terapi antibiotik, adanya defek anatomi, perubahan imunitas host dan pembedahan drainase.(1)
XI.PROGNOSIS
Pada komplikasi otitis media bisa menyebabkan kematian ketika tidak ditangani dengan maksimal. Gejala sisa seringkali muncul pada pasien yang pernah mengalami komplikasi intrakranial. Penanganan yang adekuat terhadap penyakit primer juga sangat mempengaruhi prognosis pengobatan.(12)

Labels: Health
2 comments:

pebri said...
November 28, 2008 4:57 AM
Syukron.,,informasinya,
membantu banget, utk pembuatan makalah saya.
go fight!
sarannya: buat daftar pustakanya dungs...he..he
Anonymous said...
March 22, 2009 12:22 PM
wah.. luar biasa.. sangat berguna... hehehe.. klo bisa tambah rerferensinya, kita bisa lihat ke referensi itu juga kebetulan saya lagi bikin hidrosefalus otitis.... ini ada referensinya klo mau
1. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. h 55-68
2. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hal: 64-77.
3. WHO. Chronic suppurative otitis media burden of illness and management options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. WHO Geneva, Switzerland 2004. Diunduh dari http://www.who.int/pbd/deafness/activities/hearing_care/otitis_media.pdf pada 21 Maret 2009
4. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi Otitis Media Supuratif. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hal: 78-85
5. Levine SC, Souza CD. Intracranial complications of otitis media. In Glasscock ME, Gulya AJ Editors. Glasscock-Shambough Surgery of the Ear. 5th Ed. Canada, BC Decker. 2003: 443-61
6. Stierman KL, Vrabec JT. Complicatios of otitis media. Diunduh dari http://www.otohns.net/default.asp?id=14083. Pada tanggal 21 Maret 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar